Kamis, 14 Juli 2011

Info Post

Apa itu dogma?

"Dogma adalah pengajaran Gereja yang diwahyukan secara implisit atau eksplisit oleh Kitab Suci atau Tradisi Suci, untuk diyakini oleh umat beriman berdasarkan definisi khidmat atau kuasa mengajar biasa Gereja. ... Sebagai tambahan, dogma harus diajukan sebagai [pengajaran] yang mengikat umat beriman. Oleh karena itu,  penerimaan terhadap dogma adalah perlu untuk keselamatan [umat beriman].(Reverend Peter M.J. Stravinskas, Ph.D., S.T.L. Our Sunday Visitor’s Catholic Encyclopedia. Copyright © 1994, Our Sunday Visitor.)


Ensiklopedia Katolik memberi kita informasi bahwa Dogma itu tetap atau tidak berubah. Katekismus Gereja Katolik 88 dan 89 memberikan pernyataan sebagai berikut: 

"Wewenang Mengajar Gereja menggunakan secara penuh otoritas yang diterimanya dari Kristus, apabila ia mendefinisikan dogma-dogma, artinya apabila dalam satu bentuk yang mewajibkan umat Kristen dalam iman dan yang tidak dapat ditarik kembali, ia mengajukan kebenaran-kebenaran yang tercantum di dalam wahyu ilahi atau secara mutlak berhubungan dengan kebenaran-kebenaran demikian. Kehidupan rohani kita dan dogma-dogma itu mempunyai hubungan organis. Dogma-dogma adalah cahaya di jalan kepercayaan kita, mereka menerangi dan mengamankannya. Sebaliknya melalui cara hidup yang tepat, pikiran dan hati kita dibuka, untuk menerima cahaya dogma iman itu."

Extra Ecclesiam Nulla Salus adalah Dogma

Pada tanggal 8 Agustus 1949, Kongregasi Holy Office yang sekarang bernama Kongregasi Doktrin Iman mengeluarkan sebuah dokumen berjudul Suprema Haec Sacra (silahkan klik) untuk menanggapi pernyataan  Pater Leonard Feeney (alm) * mengenai dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus. Extra Ecclesiam Nulla Salus itu berarti Tidak ada keselamatan di luar Gereja. Dalam tulisan ini, Gereja melalui Kongregasi Holy Office menegaskan bahwa Extra Ecclesiam Nulla Salus adalah Dogma dengan memberi pernyataan demikian:
Kita terikat oleh iman yang ilahi dan Katolik untuk mempercayai semua hal yang terkandung dalam sabda Allah, apakah itu di Kitab Suci atau Tradisi, dan [semua hal] yang diajukan oleh Gereja untuk dipercayai sebagai sesuatu yang diwahyukan secara ilahi, bukan hanya melalui keputusan meriah tapi juga melalui kuasa [ie. "office"] mengajar biasa dan universal (Denzinger, n. 1792). Sekarang, diantara perkara-perkara yang selalu dikhotbahkan Gereja dan tidak akan pernah berhenti untuk dikhotbahkan, terkandung juga pernyataan tak bisa salah (dogma) yang mana kita diajarkan bahwa tidak ada keselamatan diluar Gereja. Namun dogma ini harus dimengerti dalam artian yang dimengerti Gereja sendiri. Karena, bukanlah kepada keputusan pribadi, Penebus Kita memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang terkandung dalam deposito iman, tapi kepada otoritas mengajar Gereja.
Monsinyur Joseph Clifford Fenton memberi tanggapan sekaligus penjelasan mengenai dokumen ini:
Porsi doktrinal yang spesifik dari surat Kantor Kudus dimulai dengan sebuah paragraf yang mengulangi apa yang diajarkan oleh Konsili Vatikan [Pertama] mengenai kebenaran yang mana kita terikat untuk mempercayai dengan kepatuhan iman yang Katolik dan ilahi. Surat tersebut mengatakan kepada kita bahwa "Kami terikat oleh iman yang ilahi dan Katolik untuk mempercayai semua hal yang terkandung dalam sabda Allah, apakah itu di Kitab Suci atau Tradisi (quae in verbo Dei scripto vel tradito continentur), dan [semua hal] yang diajukan oleh Gereja untuk dipercayai sebagai sesuatu yang diwahyukan secara ilahi."[2]

Nah, ajaran-ajaran yang kita wajib percayai dengan kepatuhan iman yang Katolik dan ilahi adalah kebenaran-kebenaran yang kita kenal sebagai dogma-dogma Gereja Katolik. Dogma-dogma ini adalah kebenaran-kebenaran yang dikhotbahkan rasul-rasul Yesus Kristus kepada GerejaNya sebagai pernyataan-pernyataan yang telah dikomunikasikan secara adikodrati [supernatural] atau diwahyukan oleh Allah sendiri. [Dogma-dogma tersebut] mendasari obyek terpusatan atau terutama dari aktivitas mengajar takdapatsalah Gereja. 

Adalah penting untuk dicatat bahwa surat Kantor Kudus kita itu mendeskripsikan doktrin "bahwa tidak ada keselamatan diluar Gereja," tidak hanya sebagai suatu ajaran yang takdapatsalah, tapi juga sebagai suatu dogma. Surat itu bersikeras, dengan kata lain, bahwa ajaran ini tidak hanya sesuatu yang [sekedar] berhubungan dengan pesan Allah yang umum dan adikorati [supernatural], tapi [doktrin tersebut] termasuk dalam pesan yang diwahyukan itu sendiri.  Doktrin tersebut dihadirkan sebagai sebuah kebenaran yang diberikan para rasul sendiri kepada Gereja sebagai sebuah pernyataan yang diwahyukan Allah secara adikodrati [supernatural] kepada manusia melalui Tuhan Kita [ie. Yesus Kristus]. [Doktrin tersebut] adalah salah satu dari kebenaran-kebenaran yang mana Gereja berkepentingan secara utama dan esensial. 
....
Nah ada kecenderungan lama diantara beberapa penulis Katolik untuk membayangkan bahwa beberapa dogma Gereja cenderung menjadi kadaluarsa, dan bahwa, atas kepentingan kemajuannya sendiri, Gereja tidak bersikeras dengan ketat atas ajaran-ajaran yang dianggap tidak selaras dengan kondisi-kondisi modern. Paus Leo XIII mengkritik dengan keras salah satu aspek dari kecenderungan ini dalam suratnya Testem benovolentiae.[5] Sudahlah sangat jelas bahwa salah satu dogma Gereja yang oleh musuh-musuhnya [ie. musuh-musuh Gereja] paling tidak sejalan dengan pemikiran modern saat ini adalah ajaran bahwa tidak ada keselamatan diluar Gereja sejati. Secara bersamaan sebuah mentalitas seperti yang dimiliki kelompok Pusat St. Benediktus cenderung berkeyakinan bahwa, paling tidak dijaman kita, Gereja universal sedang tidak mengajarkan dogma mengenai perlunya Gereja bagi keselamatan manusia secara efektif.

Dengan demikian, kita telah mengetahui bahwa Extra Ecclesiam Nulla Salus adalah Dogma. Dogma itu adalah pernyataan iman yang tidak dapat salah sehingga tentu tidak dapat dianulir/diganti/diubah oleh Konsili Ekumenis atau Infallibilitas Paus sekalipun.
"Oleh karena itu, saya sepenuhnya menolak penggambaran keliru yang sesat bahwa dogma berkembang dan berubah dari suatu pengertian ke [pengertian] lain yang berbeda dari sesuatu yang Gereja pegang sebelumnya." Paus Santo Pius X, The Oath Against Modernism, 1 September 1910.
"Oleh karena itu, juga, bahwa pemahaman mengenai dogma-dogma kudus yang Bunda Gereja Kudus pernah nyatakan harus terus-menerus dipertahankan ... " Paus Beato Pius IX, Konsili Vatikan I Sesi 3 Chapter 2 mengenai Pewahyuan, 1870.

Konsili Vatikan II tidak menganulir/mengubah/mengganti dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus

Kecenderungan yang Gereja temui saat ini adalah banyak anggota Gereja  baik Uskup, Imam dan awam (religius atau non-religius) menyatakan bahwa dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus telah dihapus oleh Konsili Vatikan II. Terutama di Indonesia, Kecenderungan ini diperparah dengan adanya materi pelajaran agama Katolik yang menyatakan bahwa dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus telah diganti. Mereka menganggap bahwa Extra Ecclesiam Nulla Salus adalah  ajaran Gereja pra-Vatikan II, sedangkan dalam Gereja paska-Vatikan II dogma ini telah digantikan dengan ajaran "di luar Gereja ada keselamatan". Pertama-tama perlu kita pahami bahwa pembagian menjadi Gereja pra-Vatikan II dan Gereja paska-Vatikan II adalah sebuah dikotomi palsu yang sungguh parah sekali. Pembagian ini akan memberi efek bahwa Gereja itu mengubah ajarannya seturut perkembangan zaman, padahal tidak sama sekali. Gereja memang dinamis tetapi Gereja tidak pernah mengkompromikan ajaran iman dan moralnya sendiri. Kardinal Ratzinger (sekarang Paus Benediktus XVI) menolak dengan tegas pandangan bahwa Konsili Vatikan II mengganti dogma-dogma Gereja lainnya. Beliau menyampaikan pernyataan berikut di hadapan Para Uskup Chile: (dokumen asli) dan (sebagian terjemahan):

" ... Memang ada mentalitas pandangan sempit yang mengisolasi Vatican II dan yang telah mem-provokasi pertentangan ini. Ada banyak hal darinya yang memberikan kesan bahwa, sejak Vatikan II dan sesudahnya, semuanya telah berubah, dan apa yang mendahuluinya (Vatikan II) tidak mempunyai nilai atau, paling tidak, hanya mempunyai nilai dalam terang Vatikan II.

"Konsili Vatikan II tidak diperlakukan sebagai bagian dari seluruh Tradisi yang hidup dari Gereja., tapi sebagai akhir dari tradisi, sebuah awal dari nol. Padahal sebenarnya adalah konsili ini tidak mendefinisikan dogma apapun, dan secara sengaja memilih untuk tetap berada pada level yang sederhana, hanya sebagai konsili pastoral; namun banyak yang memperlakukannya (Vatikan II) seakan-akan [Vatikan II] sendiri membuat dirinya (Vatikan II) menjadi suatu superdogma yang menghilangkan pentingnya semua [Tradisi hidup Gereja] yang lain.

"Gagasan ini diperkuat oleh hal-hal yang terjadi sekarang ini. Apa yang sebelumnya dipandang paling kudus – [misalnya] bentuk dari liturgi yang telah diturunkan – tiba-tiba tampak sebagai sesuatu yang paling terlarang dari segalanya, satu-satunya yang bisa dengan aman dilarang.Sangatlah tidak ditoleransi untuk mengkritik keputusan-keputusan yang telah diambil sejak Konsili [Vatikan II]; di sisi lain, jika orang-orang membuat pertanyaan mengenai aturan-aturan kuno, atau bahkan kebenaran-kebenaran agung Imani – contohnya, keperawanan korporal Maria, kebangkitan tubuh Yesus, keabadian jiwa, dll. – tidak ada yang mengeluh atau hanya [menyampaikan keluhan] dengan sangat moderat. Aku sendiri, ketika aku adalah seorang profesor, telah melihat bagaimana uskup yang sama yang, sebelum konsili, telah memecat seorang guru yang benar-benar tidak dapat diperingatkan lagi, karena perkataan-perkataan kasar tertentu, ternyata [sang uskup tersebut] tidak siap, setelah Konsili Vatikan II, untuk melepas seorang profesor yang secara terbuka menyangkal kebenaran Iman fundamental tertentu.

"Semua ini mengarah kepada sejumlah besar orang untuk bertanya pada diri sendiri apakah Gereja sekarang ini benar-benar sama dengan Gereja yang kemarin, atau kalau-kalau mereka [ie. pihak tertentu] telah mengubahnya (Gereja) menjadi sesuatu yang lain tanpa memberitahukan orang-orang. Satu-satunya cara yang mana untuk membuat Vatikan II masuk akal adalah untuk menyajikannya (Vatikan II) sebagai apa adanya; [yaitu sebagai] satu bagian dari ketidakterputusan, keunikan Tradisi dari Gereja dan dari imannya (Gereja).

"Dalam gerakan-geraka spiritual dari era post-konsilar [ie. setelah Konsili Vatikan II], tidak ada keraguan sedikitpun bahwa telah ada ketidaktahuan, atau bahkan pengekangan, dari issu kebenaran: mungkin disini kita berhadapan dengan masalah krusial bagi teologi dan bagi karya pastoral saat ini.

"'Kebenaran' dipandang sebagai suatu klaim yang terlalu mengagung-agungkan, sebuah 'triumphalisme' yang tidak dapat diijinkan lagi. Anda lihat sikap ini secara gamblang dalam krisis yang menyulitkan idealisme misionaris dan praktek misionaris. Jika kita tidak menunjuk kepada kebenaran dalam mengumumkan iman kita, dan bila kebenaran ini tidak lagi esensial bagi keselamatan Manusia, maka misi-misi kehilangan maknanya. Bahkan sebuah kesimpulan telah ditarik, dan telah ditarik hari ini, bahwa di masa depan kita hanya perlu untuk [berusaha] agar umat-umat Kristen menjadi umat-umat Kristen yang baik, umat-umat Moslem menjadi umat-umat Moslem yang baik, umat-umat Hindu menjadi umat-umat Hindu yang baik, dan seterusnya. Kalau sudah seperti itu, bagaimana kita bisa tahu kalau seseorang adalah umat Kristen yang 'baik', atau seorang umat Moslem yang 'baik'?

"Gagasan bahwa semua agama – jika engkau berbicara secara serius – hanya simbol-simbol dari apa yang pada akhirnya tidak bisa dimengerti [adalah gagasan yang] secara cepat mendapat tempat dalam teologi, dan telah menembus kedalam praktek liturgi. Ketika sudah sampai ketitik tersebut, iman menjadi tertinggal
, karena iman [pada titik tersebut] sebenarnya terdiri dari fakta bahwa aku mengikat diriku kepada kebenaran sejauh kebenaran itu diketahui. Jadi dalam masalah ini juga ada banyak motivasi untuk kembali ke jalan yang benar.

Dari sebagian pernyataan Cardinal Ratzinger di atas, kita ketahui bahwa Konsili Vatikan II bukan superdogma yang menganulir/mengubah/mengganti dogma-dogma yang ada termasuk dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus.


PERTANYAAN PERTAMA
Apakah Konsili Vatikan II mengubah doktrin Katolik mengenai Gereja?

TANGGAPAN

Konsili Vatikan II tidak mengubah atau bahkan bermaksud untuk mengubah doktrin ini, melainkan mengembangkan, memperdalam dan menjelaskan secara lebih mendalam mengenainya.
Hal ini secara persis dikatakan oleh Yohanes XXIII pada saat pembukaan Konsili. (1) Paulus VI menetapkannya (2) dan memberikan komentar dalam penetapan promulgasi Konstitusi Lumen Gentium: “Tidak ada komentar yang lebih baik daripada menyatakan bahwa promulgasi ini sama sekali tidak merubah doktrin tradisi. Apa yang Kristus kehendaki, kami juga kehendaki. Apa yang ada, tetaplah seperti itu. Apa yang Gereja ajarkan selama berabad-abad, itu pula yang kami ajarkan. Dalam istilah yang lebih sederhana yaitu apa yang dahulu diasumsikan, kini menjadi eksplisit; bahwa yang dahulu tidak jelas, kini telah menjadi jelas; apa yang dahulu direnungkan, didiskusikan dan terkadang diperdebatkan, kini telah diletakkan bersama dalam satu rumusan yang jelas”.(3) Para Uskup telah berulangkali menyatakan dan memenuhi tujuan ini. (4)

Dari dua teks ini (Pernyataan Cardinal Ratzinger dan Dokumen dari Kongregasi Doktrin Iman), dapat kita simpulkan bahwa Konsili Vatikan II tidak menganulir/mengganti/mengubah dogma-dogma apapun mengenai Gereja termasuk dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus.

Sekarang bagaimana tanggapan umat Katolik terhadap dogma ini? 

Setelah mengetahui bahwa Extra Ecclesiam Nulla Salus adalah ajaran iman yang wajib diiimani, maka sudah sepantasnya dan sewajibnya dogma ini umat Katolik yakini dan pertahankan. Janganlah terlampau berpikir negatif terlebih dahulu mengenai dogma ini tetapi kenalilah dulu dogma ini. Sebagai seorang Katolik saya mengimani seluruh ajaran iman dan moral Gereja Katolik. Kata St. Agustinus dari Hippo "Saya percaya supaya saya mengerti dan saya mengerti supaya percaya lebih baik." Dengan demikian janganlah kita umat Katolik langsung segera menolak dogma ini. Jangan pula bermental "atau" sehingga kita menjebak diri kita sendiri dalam dikotomi palsu. Bentuk mentalitas "atau" itu tercermin dari pertanyaan "Apakah Kristus ATAU Gereja yang menyelamatkan?" . Padahal Gereja dan Para Bapa Gereja mengimani bahwa Kristus DAN Gereja adalah satu dan tak terpisahkan. Dokumen Suprema Haec Sacra di atas menyatakan bahwa "... dogma ini harus dimengerti dalam artian yang dimengerti Gereja sendiri."

Untuk mengerti dogma ini dalam artian yang dimengerti oleh Gereja sendiri, saya berikan link penjelasan Beato Yohanes Paulus II mengenai dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus ini. Dan untuk menambah penjelasan, saya juga berikan juga link penjelasan mengenai dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus ini dari seorang awam yang mana tulisan ini sendiri sudah diperiksa oleh seorang Imam Katolik. Kemudian, silahkan baca juga tanya jawab mengenai EENS ini dalam situs katolisitas dot org. Akhir kata, semoga tidak ada lagi anggota Gereja baik kaum tertahbis maupun non-tertahbis yang menyatakan bahwa "Di luar Gereja ada keselamatan". Melainkan, semoga semakin banyak anggota Gereja menyatakan bahwa "Di luar Gereja tidak ada keselamatan dan dogma ini harus dimengerti dalam artian yang dimengerti oleh Gereja". Pernyataan terakhir ini sekaligus menolak dua posisi ekstrim yang keliru. Ekstrim pertama yaitu yang menyatakan bahwa dogma ini telah dihapus. Ekstrim kedua yaitu yang memegang teguh dogma ini tetapi memahaminya tidak dalam artian Gereja memahaminya seperti yang dilakukan oleh Pater Leonard Feeney.

* Pater Leonard Feeney sungguh benar ketika menyatakan bahwa Extra Ecclesiam Nulla Salus adalah dogma resmi Gereja. Sayangnya beliau memahaminya terlalu ekstrim dan keliru serta gagal memahaminya seturut Gereja memahaminya. Beliau mengajarkan bahwa semua orang yang tidak secara resmi dan eksplisit masuk ke dalam Gereja Katolik akan masuk neraka. Dia juga berkata bahwa bayi-bayi yang tidak dibabtis akan langsung masuk neraka. Juga, orang dewasa yang tidak memasuki Gereja Katolik sekalipun orang-orang tersebut tidak pernah mendengar pewartaan akan Kristus dan Gereja, akan masuk neraka (hal ini bertentangan dengan KGK 847). Fr. Feeney menyatakan bahwa hanya baptisan air yang memberi rahmat keselamatan. Beliau menolak ajaran Gereja bahwa baptisan rindu dan baptisan darah memberi rahmat yang menyelamatkan dan membawa orang masuk ke dalam Gereja Katolik (secara implisit). Silahkan baca penjelasan mengenai Pater Leonard Feeney yang ditulis oleh Pater William Most di situs ewtn.com. Silahkan baca artikel ini dan artikel ini.

Perlu dipertegas bahwa Gereja yang dimaksud di sini adalah Gereja Katolik, bukan yang lain.
Pax et Bonum, Extra Ecclesiam Nulla Salus