Jumat, 24 Juni 2011

Info Post
SURAT KANTOR KUDUS MENGENAI PERLUNYA GEREJA KATOLIK

Monsignor Joseph Clifford Fenton


[sebuah excerpt dari edisi 1952 American Ecclesiastical Review. Semua penekanan tebal berasal dariku, DeusVult]

------

Ilmu Teologi suci telah sangat dibantu oleh tindakan Uskup Agung Cushing dalam mempublikasikan teks lengkap dan terjemahan Inggris resmi dari surat Kantor Kudus mengenai perlunya Gereja bagi keselamatan. Surat ini, ketiga dari tiga dokumen Roma yang secara langsung berkenaan dengan dogma ini [ie. perlunya Gereja bagi keselamatan] sepanjang sepuluh tahun terakhir, mengandung penjelasan yang akurat dan otoritatif atas sebuah kebenaran yang diwahyukan secara ilahi yang sering ditafsirkan dengan keliru dalam tulisan-tulisan Katolik saat ini. Publikasi dari dokumen ini dapat dan harus membawa sebuah perbaikan dalam penanganan dogma akan perlunya Gereja bagi keselamatan dalam literatur populer Katolik.

Teks dari surat tersebut terdiri dari duapuluh-empat paragraf. Tiga paragraf yang pertama adalah perkenalan, dan berbicara mengenai keadaan-keadaan yang memicu keluarnya pesan [dari surat] tersebut. Enambelas paragraf selanjutnya berkutat dengan "explanationes…ad doctrinam pertinentes." Lima paragraf terakhir mengandung "invitamenta atque exhortationes, quae ad disciplinam spectant."


Dalam perkenalan, surat tersebut meneguhkan bahwa [surat itu] berkenaan dengan sebuah kontroversi yang berat dan serius yang telah ditimbulkan (exitata) oleh orang-orang yang berhubungan dengan Pusat St. Benediktus dan Kolose Boston. Surat tersebut lebih lanjut menyatakan bahwa Kantor Kudus berkeyakinan bahwa kontroversi tersebut timbul pertama-tama karena sebuah kegagalan dalam memahami secara tepat dan untuk menghargai aksioma "extra ecclesiam nulla sallus," dan bahwa perselisihan itu menjadi pahit oleh karena fakta bahwa beberapa dari mereka yang berhubungan dengan Pusat St. Benediktus dan dengan Kolose Boston menolak hormat dan taat kepada otoritas gerejawi yang sah.

Baik disini dan dalam bagian doktrinal dari surat tersebut kita menjumpai sebuah implikasi jelas bahwa Kantor Kudus sadar akan banyaknya jenis kesalahan mengenai perlunya Gereja Katolik bagi keselamatan. Ketika surat tersebut menempatkan [kepada siapa] kesalahan atas semakin pahitnya kontroversi [tersebut harus dibebankan], surat tersebut secara langsung menyalahkan kelompok Pusat St. Benediktus, yang bersalah atas ketidakhormatan dan ketidakpatuhan. Ketika, disisi lain, dokumen tersebut berbicara mengenai asal muasal dari perselisihan tersebut, dokumen tersebut dengan enteng menyatakan bahwa kotroversi itu sendiri [timbul karena] kegagalan untuk mengenal dan menghargai rumusan "extra ecclesiam nulla sallus." Mereka yang telah mempelajari dalam tingkatan se-mendetail apapun banyaknya tulisan-tulisan modern mengenai subyek ini sudah cukup sadar bahwa ada beberapa penjelasan keliru atas dogma ini yang dipublikasikan selama bagian pertama dari abad ini.[1]

Karena itu, apa yang membuat surat dari Kantor Kudus ini sangat begitu penting adalah fakta bahwa surat tersebut bertujuan, tidak hanya untuk mengoreksi kesalahtafsiran dasar dari dogma yang dilakukan oleh kelompok Pusat St. Benediktus, tapi menunjukkan kualitas doktrinal dari ajaran itu sendiri dan untuk menawarkan sebuah garis yang akurat, penuh dan otoritatif atas penafsiran [dogma EENS tersebut]. Dalam mencapai tujuannya, surat Kantor Kudus sejauh ini telah memberi para teolog Katolik pemaparan yang paling lengkap dan paling detail, atas dogma bahwa Gereja Katolik adalah perlu bagi keselamatan, yang pernah datang dari magisterium Gereja.

Porsi doktrinal yang spesifik dari surat Kantor Kudus dimulai dengan sebuah paragraf yang mengulangi apa yang diajarkan oleh Konsili Vatikan [Pertama] mengenai kebenaran yang mana kita terikat untuk mempercayai dengan kepatuhan iman yang Katolik dan ilahi. Surat tersebut mengatakan kepada kita bahwa "Kami terikat oleh iman yang ilahi dan Katolik untuk mempercayai semua hal yang terkandung dalam sabda Allah, apakah itu di Kitab Suci atau Tradisi (quae in verbo Dei scripto vel tradito continentur), dan [semua hal] yang diajukan oleh Gereja untuk dipercayai sebagai sesuatu yang diwahyukan secara ilahi."[2]

Nah, ajaran-ajaran yang kita wajib percayai dengan kepatuhan iman yang Katolik dan ilahi adalah kebenaran-kebenaran yang kita kenal sebagai dogma-dogma Gereja Katolik. Dogma-dogma ini adalah kebenaran-kebenaran yang dikhotbahkan rasul-rasul Yesus Kristus kepada GerejaNya sebagai pernyataan-pernyataan yang telah dikomunikasikan secara adikodrati [supernatural] atau diwahyukan oleh Allah sendiri. [Dogma-dogma tersebut] mendasari obyek terpusatan atau terutama dari aktivitas mengajar takdapatsalah Gereja.

Adalah penting untuk dicatat bahwa surat Kantor Kudus kita itu mendeskripsikan doktrin "bahwa tidak ada keselamatan diluar Gereja," tidak hanya sebagai suatu ajaran yang takdapatsalah, tapi juga sebagai suatu dogma. Surat itu bersikeras, dengan kata lain, bahwa ajaran ini tidak hanya sesuatu yang [sekedar] berhubungan dengan pesan Allah yang umum dan adikorati [supernatural], tapi [doktrin tersebut] termasuk dalam pesan yang diwahyukan itu sendiri. Doktrin tersebut dihadirkan sebagai sebuah kebenaran yang diberikan para rasul sendiri kepada Gereja sebagai sebuah pernyataan yang diwahyukan Allah secara adikodrati [supernatural] kepada manusia melalui Tuhan Kita [ie. Yesus Kristus]. [Doktrin tersebut] adalah salah satu dari kebenaran-kebenaran yang mana Gereja berkepentingan secara utama dan esensial.

Sehingga dalam menyebutkan ajaran ini sebagai sebuah dogma Gereja, surat Kantor Kudus hanya mengulangi apa yang telah diajarkan oleh Paus Pius IX di allocution beliau Singulari quadam, yang dikeluarkan 9 Desember 1854, dan di ensikliknya Quanto conficiamur moerore, yang dipublikasikan pada 10 Agustus 1863.[3] Karenanya dokumen kita [ie. surat Kantor Kudus] tidak membuat sumbangsih baru atas point tertentu ini. [Surat Kantor Kudus] hanya mengingatkan, suatu generasi yang mungkin telah lupa akan fakta tersebut, suatu kebenaran tertinggi yang ajaran yang berkenaan dengannya adalah bagian aktual dari wahyu umum ilahi.

Surat kita [ie. Surat Kantor Kudus] juga membawakan dua konsekuensi penting atas fakta bahwa ajaran akan pentingnya Gereja bagi keselamatan abadi sebenarnya adalah sebuah dogma Katolik. Implikasi pertama adalah bahwa kebenaran ini adalah salah satu dari "perkara-perkara yang selalu dikhotbahkan Gereja dan tidak akan pernah berhenti untuk dikhotbahkan." Implikasi kedua ditemukan dalam fakta bahwa Allah telah mempercayakan penjelasan yang otoritatif dan takdapatsalah dari kebenaran-kebenaran yang diwahyukan tersebut, tidak kepada keputusan pribadi, tapi kepada otoritas mengajar Gereja saja. Kedua implikasi ini sangatlah penting bagi teolog kontemporer [ie. saat ini]. Pada faktanya, Bapa Suci sendiri mengambil dua poin tersebut dalam ensikliknya Humani Generis, yang, meskipun muncul dua tahun sebelum publikasi teks penuh dari surat Kantor Kudus tersebut, sebenarnya telah ditulis setahun setelah dokumen [dari kantor Kudus] ini [ditulis]. [4]

Dalam konteks diskusi saat ini dan kesalahpahaman yang memicu penulisan surat kita ini [ie. surat dari Kantor Kudus], pengingat-ingat bahwa Gereja tidak pernah berhenti untuk mengkhotbahkan dan tidak akan pernah berhenti untuk mengkhotbahkan kebenaran bahwa Gereja adalah penting bagi keselamatan manusia adalah [pengingat-ingat] yang tepat waktu dan berguna. Adalah penting untuk dicatat bahwa surat [Kantor Kudus] menggunakan istilah "praedicare, mengkhotbahkan." Dengan menggunakan kata ini, dokumen tersebut meyakinkan kita bahwa, sepanjang bagian sejarahnya, Gereja Katolik terus menerus menetapkan secara umum dan secara terbuka ajaran yang diterimanya dari Allah melalui Tuhan Kita dan rasul-rasulNya. Karenanya Kantor Kudus bertindak lebih dari sekedar meneguhkan bahwa Gereja selalu memelihara dan menjaga pusaka doktrinalnya. [Kantor Kudus] bersikeras bahwa Gereja tidak pernah berhenti untuk mengajarkan dogmanya sendiri.

Nah ada kecenderungan lama diantara beberapa penulis Katolik untuk membayangkan bahwa beberapa dogma Gereja cenderung menjadi kadaluarsa, dan bahwa, atas kepentingan kemajuannya sendiri, Gereja tidak bersikeras dengan ketat atas ajaran-ajaran yang dianggap tidak selaras dengan kondisi-kondisi modern. Paus Leo XIII mengkritik dengan keras salah satu aspek dari kecenderungan ini dalam suratnya Testem benovolentiae.[5] Sudahlah sangat jelas bahwa salah satu dogma Gereja yang oleh musuh-musuhnya [ie. musuh-musuh Gereja] paling tidak sejalan dengan pemikiran modern saat ini adalah ajaran bahwa tidak ada keselamatan diluar Gereja sejati. Secara bersamaan sebuah mentalitas seperti yang dimiliki kelompok Pusat St. Benediktus cenderung berkeyakinan bahwa, paling tidak dijaman kita, Gereja universal sedang tidak mengajarkan dogma mengenai perlunya Gereja bagi keselamatan manusia secara efektif.

Terlebih, pernyataan Kantor Kudus ini datang sebagai sebuah teguran kepada bentuk yang lebih ekstrim dari teori "state of siege" ["keadaan saling menunggu saat yang tepat untuk memulai gerakan"], yang menurut teori itu Gereja telah dengan satu cara memodifikasi kehidupan doktrinalnya sejak hari-hari Konsili Trent dengan mengambil posisi defensif. Surat kita meyakinkan kita pada titik ini bahwa Gereja tidak akan pernah melewatkan atau melunakkan dogma apapun demi kepentingan suatu mentalitas defensif atau demi alasan lainnya.

Implikasi atau konsekuensi yang kedua yang dicatat oleh surat Kantor Kudus juga sama-sama tepat waktu. Dalam bersikeras atas fakta bahwa Penyelamat Kita telah mengungkung penjelasan dari dogmaNya, bukan kepada keputusan pribadi, tapi kepada magisterium Gereja saja, surat ini menjadikan jelas bahwa umat Katolik harus dituntun dalam pemahaman mereka akan kebenaran yang diwahyukan oleh guru-guru resmi dari Gereja Katolik, dan tidak hanya oleh pengarang-pengarang pribadi, tidak peduli bagaimana ingenious [ie. pandai dan orisinil] dan berpengaruh [pengarang-pengarang pribadi tersebut]. Dan, untuk menempatkan perkara se-konkrit mungkin, umat Katolik tidak boleh menerima ajaran apapun dari penulis-penulis pribadi, meskipun ketika ajaran-ajaran ini kelihatan seperti selaras dengan mentalitas modern, kalau ajaran-ajaran ini tidak secara ketat selaras dengan ajaran magisterium. Adalah cukup jelas bahwa ajaran pribadi seperti inilah yang dihadirkan diwaktu-waktu sekarang ini, [yaitu ajaran pribadi] mengenai subyek perlunya Gereja bagi keselamatan dan dalam bagian-bagian lain ekklesiologi [ie. ilmu kegerejaaan].

Tiga paragraf pertama dalam porsi doktrinal dari surat Kantor Kudus berkenaan dengan fakta bahwa ajaran "tidak ada keselamatan diluar Gereja" adalah sebuah dogma iman Katolik, dan dengan dua konsekuensi yang mengikuti fakta tersebut. Sisa dari bagian doktrinal (satu-satunya bagian yang mana kita berkepedulian langsung dalam artikel ini) diberikan bagi suatu pemaparan atas bagaimana Gereja sendiri memahami dan mengajarkan dogma mengenai perlunya [Gereja] bagi keselamatan abadi. Dalam beberapa paragraf ini, para teolog akan menemukan tiga pembedaan, yang telah lama digunakan para teolog tradisional Gereja dalam penjelasan mereka akan perlunya Gereja bagi keselamatan, dihadirkan untuk pertama kalinya secara jelas dan berketetapan dalam sebuah pernyataan otentik magisterium Gereja sebagaimana digunakan oleh Gereja yang mengajar itu sendiri dalam pemahaman dan penjelasannya [ie. Gereja] atas dogma tersebut. [Tiga pembedaan] itu adalah (1) pembedaan antara necessity of precept [ie. perlu sebagai aturan] dan necessity of means [ie. perlu sebagai sarana], (2) pembedaan antara berada dalam gereja secara re dan berada didalamnya secara voto, dan (3) pembedaan antara niat/keinginan eksplisit dan niat/keinginan implisit untuk masuk ke Gereja Katolik. Justru karena semua pembedaan [tersebut] digunakan pertama kali dalam sebuah dokumen magisterium untuk menjelaskan perlunya Gereja bagi keselamatan sehingga surat [Kantor Kudus] ini adalah salah satu dokumen Roma yang paling penting masa kini.

Pertama, Kantor Kudus menunjukkan kita bahwa pembedaan klasik antara necessity of precept [ie. perlu sebagai aturan] dan necessity of means [ie. perlu sebagai sarana], yang telah lama digunakan oleh para teolog kompeten dalam menjelaskan dogma perlunya Gereja bagi keselamatan, telah masuk kedalam pemahaman dan penjelasan Gereja sendiri akan doktrin [akan perlunya Gereja bagi keselamatan] tersebut. Berkenaan dengan perlunya Gereja sebagai aturan [the church’s necesity of precept], surat tersebut membawakan fakta bahwa perintah, "untuk di-inkorporasi-kan oleh baptisan kepada tubuh Mistik Kristus, yang adalah Gereja, dan tetap bersatu kepada Kristus dan kepada WakilNya," adalah salah satu perintah yang benar-benar diberikan Tuhan Kita kepada rasul-rasulNya untuk diajarkan kepada semua bangsa. Dokumen tersebut lalu menjelaskan perlunya Gereja sebagai aturan berarti bahwa "tidak seorangpun akan diselamatkan, [kalau dia] mengetahui bahwa Gereja telah diinstitusikan secara ilahi oleh Kristus, tapi menolak untuk tunduk kepada Gereja atau menarik ketaatan dari Paus Roma, Wakil Kristus di bumi."

Surat Kongregasi Suci karenanya menyatakan secara eksplisit bahwa ada sebuah perintah yang serius yang dikeluarkan oleh Tuhan Kita sendiri kepada semua manusia, sebuah perintah agar mereka masuk dan tetap berada dalam Gereja sejati. Orang yang melanggar perintah itu akan bersalah atas sebuah dosa yang besar. Kalau dia mati dalam kondisi ketidakpatuhan atas kehendaknya sendiri itu, dia secara tidak terhindarkan lagi akan hilang selamanya [ie. ke neraka]. Begitulah makna dasar dari perlunya Gereja sebagai aturan, sebagaimana dijelaskan oleh surat dari Kantor Kudus, dan sebagaimana dipahami oleh Gereja sendiri.

Bagaimanapun, dokumen ini juga mengajarkan kita bahwa ada lebih dari sekedar sebuah necessity of precept [ie. perlu sebagai aturan] yang berkenaan dengan dogma perlunya Gereja Katolik bagi keselamatan. Dokumen tersebut bersikeras atas fakta bahwa Tuhan Kita "juga mendekritkan Gereja sebagai sebuah sarana keselamatan yang tanpanya tidak seorangpun dapat masuk kerajaan kemuliaan abadi." Dengan kata lain, Tuhan Kita telah melakukan dua hal: Dia memerintahkan semua orang untuk masuk kedalam Gereja; dan dia telah mendirikan masyarakat ini [ie. Gereja dan orang didalamnya] sebagai salah satu dari sumberdaya adikodrati [supernatural]yang tanpanya tidak seorangpun dapat menikmati Pandangan Kebahagiaan [Beatific Vision] sebagai seorang anggota Gereja jaya di surga.

Pernyataan dari Kantor Kudus ini sangatlah penting dalam bidang teologi dogmatis. Selama tahun-tahun belakangan ada banyak upaya dari beberapa penulis Katolik untuk menyajikan perlunya Gereja bagi keselamatan secara eksklusif atau hampir secara eksklusif hanya sebagai sebuah necessity of precept [perlu sebagai aturan]. Sekarang dengan suara otoritatif Gereja Roma sendiri meyakinkan kita bahwa Gereja adalah perlu baik dengan necessity of precept [ie. perlu sebagai aturan] dan dengan necessity of means [ie. perlu sebagai sarana]. Surat [dari Kantor Kudus] ini adalah dokumen otoritatif pertama dimana kebenaran ini diajukan secara jelas dan eksplisit.

Juga [dinyatakan] pada saat yang sangat tepat adalah penggunaan surat tersebut akan pembedaan teologis klasik antara berada dalam Gereja secara re dan berada didalamnya secara voto. Karenanya mereka yang ingin menjelaskan ajaran Katolik atas point ini harus menggunakan dua pembedaan ini (necessity of precept yang berbeda dengan necessity of means: berada dalam Gereja secara re yang berbeda dengan berada dalam Gereja secara voto.), kalau mereka [hendak] bertindak sebagai pendukung kebenaran Katolik yang beriman. Adalah menarik untuk dicatat bahwa Kantor Kudus tidak menggunakan istilah seperti "jiwa dan tubuh Gereja," atau "Gereja sebagai sarana biasa [ordinary] keselamatan," dalam menetapkan apa yang selalu dipahami Gereja sendiri sebagai arti dari perlunya Gereja bagi keselamatan abadi.

Terlebih, juga adalah menarik untuk melihat konotasi dari istilah "votum" dan "desiderium," digunakan dalam komunikasi [dari] Kantor Kudus tersebut. Istilah-istilah ini diterjemahkan, tidak secara taktepat, tapi mungkin kurang mengena, dalam terjemahan Inggris resmi dari surat itu sebagai "desire" dan "yearning" [Catatan DeusVult: aku terjemahkan di surat Kantor Kudus sebagai "keinginan" dan "kerinduan"]. Dalam menggunakan istilah-istilah tersebut Kantor Kudus menjadikan jelas bahwa, agar selamat, manusia harus bergandeng kepada Gereja secara aktual atau secara re, atau bergabung kepada Gereja oleh sebuah tindakan kehendak yang asli, berniat atau berkeinginan untuk menjadi anggota-anggota.

Dengan kata lain, menurut konotasi dari dua istilah tersebut, votum eksplisit atas mana seorang manusia bisa bergabung dengan Gereja sehingga mencapai keselamatannya haruslah sebuah keinginan atau niatan yang nyata, dan tidak sekedar velleity [ie. sekedar keinginan tingkat paling lemah yang tidak disertai upaya untuk mendapatkan apa yang diinginkan]. Tindakan kehendak dimana votum akan Gereja yang implisit dan yang menyelamatkan itu terkandung, harus lebih dari sekedar velleity. Operasi tersebut juga harus merupakan sebuah tindakan kehendak yang efektif dan nyata.

Dalam mengajarkan bahwa sebuah votum atau sebuah desiderium akan Gereja dapat, dalam keadaan tertentu, dengan cukup membawa seseorang kepada pencapaian Pandangan Kebahagiaan [Beatific Vision], kita tidak boleh lupa bahwa surat Kantor Kudus juga menggunakan suatu prosedur yang telah digunakan oleh para teolog Katolik tradisional selama bertahun-tahun. [Surat tersebut] mengklasifikasikan Gereja sendiri, juga dengan sakramen Baptisan dan Tobat, diantara "bantuan-bantuan kepada keselamatan yang diarahkan kepada tujuan akhir manusia, tidak oleh keperluan intrinsik [intrinsic necessity], tapi oleh institusi ilahi." Sebaliknya, tentu saja, [surat tersebut] mengimplikasikan eksistensi dari sumberdaya-sumberdaya lain yang di-tata kepada tujuan akhir manusia menurut keperluan intrinsik [intrinsic necessity]. Realitas seperti Gereja itu sendiri, dan sakramen Baptisan dan Tobat, bisa dalam keadaan tertentu mencapai efeknya ketika hal-hal tersebut [i.e realitas Gereja, sakramen Baptisan dan Tobat] diproses dan digunakan hanya dalam niatan atau keinginan. Bantuan-bantuan dari klasifikasi yang lain, seperti rahmat pengudusan, iman, dan kasih, harus, disisi lain, dimiliki atau digunakan secara secara re agar [bantuan-bantuan tersebut] dapat mencapai tujuannya.

Surat tersebut mengaplikasikan prinsip tersebut ketika surat itu meyakinkan kita bahwa, agar supaya manusia mendapatkan keselamatan abadi, "tidaklah selalu dipersyaratkan bahwa dia di-inkorporasi-kan kedalam Gereja secara aktual sebagai seorang anggota, tapi adalah perlu bahwa paling tidak dia bersatu dengannya [ie. Gereja] oleh keinginan dan kerinduan." Hal tersebut, tentunya, merupakan ajaran yang eksplisit dari para teolog tradisional Katolik sejak masa Thomas Stapleton dan St. Robert Bellarmine.[6] Merupakan sesuatu yang tidak luar biasa bagi teologi Katolik [untuk mengajarkan] bahwa seorang manusia dapat diselamatkan kalau, ketika menemukan bahwa tidaklah mungkin untuk bergabung dengan Gereja sebagai seorang anggota, dia benar-benar secara tulus berniat atau berkeinginan untuk hidup dalam masyarakat ini.

Kantor Kudus kemudian melanjutkan melawan apa yang mungkin merupakan kesalahan yang paling penting dan paling keras kepala dari kelompok Pusat St. Benediktus ketika [Kantor Kudus dalam suratnya] menjelaskan bahwa "keinginan ini tidak perlu selalu bersifat eksplisit, sebagaimana yang terdapat pada katekumen"; tapi "ketika seseorang pribadi terlibat dalam ketidaktahuan yang tidak bisa diatasi [invincible ignorance] Allah menerima juga suatu keinginan implisit, [yang dinamakan demikian] karena [keinginan implisit tersebut] termasuk didalam disposisi yang baik dari jiwa dimana seorang pribadi ingin kehendaknya diselaraskan kepada kehendak Allah."

Cukup layak untuk dicatat bahwa para teolog Gereja tidak pernah memasukkan ajaran akan Gereja itu sendiri sebagai bagian dari kebenaran-kebenaran adikodrati [supernatural] yang harus diyakini secara eksplisit jikalau ada suatu [persyaratan] minimum yang perlu bagi sebuah tindakan iman ilahi yang sejati dan menyelamatkan. Surat Kantor Kudus ini, bagaimanapun, tidak membahas theological reasoning tersebut [ie. mengenai syarat minimum yang perlu], tapi langsung mengarah kepada ajaran Paus Pius XII di ensikliknya Mystici Corporis untuk mendukung [apa yang dituliskan surat itu]. Ensiklik tersebut secara efektif mengajarkan kemungkinan keselamatan bagi orang-orang yang hanya memiliki suatu keinginan implisit untuk masuk dan hidup didalam Gereja Katolik.

Dalam teks Mystici Corporis, Paus yang Berdaulat secara jelas dan otoritatif mengajarkan syarat-syarat bagi keanggotaan aktual dalam Gereja. Dia meng-issu-kan sebagai ajarannya sendiri doktrin Bellarminian [ie. doktrin yang diajarkan St. Robert Bellarmine] bahwa "Secara aktual hanya mereka yang termasuk sebagai anggota-anggota Gereja [adalah mereka] yang telah dibaptis dan mengikrarkan iman sejati, dan yang tidak secara patut disayangkan memisahkan diri mereka sendiri dari kesatuan Tubuh, atau dikecualikan [dari kesatuan Tubuh] oleh otoritas yang sah karena kesalahan-kesalahan berat yang telah dilakukan."[7] Dia juga, bagaimanapun, berbicara mengenai kemungkinan keselamatan bagi mereka yang "berhubungan kepada Tubuh Mistik sang Penebus oleh suatu kerinduan dan keinginan bawah sadar, (inscio quodam desiderio ac voto)." Dia menggambarkan individu-individu seperti itu sebagai [orang-orang] yang hidup dalam kondisi "dimana mereka tidak dapat pasti akan keselamatan mereka" karena "mereka masih tetap terkurangkan dari banyak karunia-karunia dan bantuan-bantuan surgawi yang hanya bisa dinikmati dalam Gereja Katolik"[8]

Kantor Kudus menafsirkan ajaran-ajaran dari Mystici Corporis ini sebagai sebuah pengutukan atas dua kesalahan. Salah satunya, yang dipertahankan secara eksplisit oleh anggota-anggota kelompok Pusat St. Benediktus, adalah ajaran bahwa tidak seorang pun terselamatkan kalau dia hanya memiliki sebuah keinginan atau niatan implisit untuk memasuki Gereja. [Ajaran] yang lain adalah ajaran bahwa manusia-manusia bisa selamat "dengan sama baiknya (aequaliter)" dalam agama apapun. Untuk pengutukan atas kekeliruan yang terakhir tersebut, surat [Kantor Kudus] mengacu kepada dua pernyataan oleh Paus Pius IX, allocution beliau Singulari quadam dan ensiklik beliau Quanto conficiamur moerore.[9]

Akhirnya surat tersebut membawakan dua point yang oleh banyak penulis yang membahas masalah ini dilewati terlalu cepat. [Surat tersebut] bersikeras bahwa, agar efektif bagi keselamatan abadi, niatan atau keinginan apapun untuk memasuki Gereja, apakah eksplisit atau implisit, harus digerakkan oleh kasih sempurna. Tidak ada kebaikan yang cuma berada dalam lingkup kodrati [natural] dapat mencukupi untuk menyelamatkan manusia, bahkan ketika orang itu sendiri benar-benar berniat untuk masuk dan hidup dalam Gereja sejati Yesus Kristus. Ketidak-beranggotaan Gereja, bahkan pada seseorang yang ingin menjadi Katolik, tidak dengan cara apapun membebaskan [dia] dari perlunya faktor-faktor yang dipersyaratkan bagi pencapaian Pandangan Kebahagiaan [Beatific Vision] menurut keperluan intrinsik [intrinsic necessity], dan tidak sekedar oleh alasan peng-institusi-an ilahi.

Terlebih, Kantor Kudus juga bersikeras atas perlunya iman yang adikodrati [supernatural] dan sejati pada setiap orang yang mendapatkan keselamatan abadi. Seorang manusia bisa [punya] ketidaktahuan yang tidak bisa diatasi [invincibly ignorance] akan Gereja Katolik, dan tetap diselamatkan oleh karena sebuah keinginan atau niatan implisit untuk masuk dan hidup kedalam masyarakat tersebut. Tapi kalau dia selamat, dia mendapatkan Pandangan Kebahagiaan [Beatific Vision] sebagai orang yang telah mati dengan iman adikodrati [supernatural] yang asli. Dia harus secara aktual dan secara eksplisit menerima beberapa kebenaran definitif tertentu yang telah diwahyukan secara adikodrati [supernatural] oleh Allah. Dia harus menerima secara eksplisit dan tepat sebagai kebenaran yang diwahyukan eksistensi Allah sebagai Kepala dari tatanan adikodrati [supernatural] dan fakta bahwa Allah mengganjar yang baik dan menghukum kejahatan. Surat kita [ie. surat dari Kantor Kudus] secara jelas menyinggung dengan singkat akan perlunya [hal tersebut] ketika surat itu mengutip, dalam mendukung ajaran [yang dibawanya] mengenai perlunya iman adikodrati [supernatural] dalam semua yang terselamatkan, kata-kata dari Surat kepada umat Ibrani: "Karena dia yang datang kepada Allah harus mempercayai bahwa Allah itu ada dan [Dia] adalah pengganjar [hadiah] bagi mereka yang mencariNya."[10]

Sekarang banyak teolog yang mengajarkan bahwa kandungan eksplisit minimum dari iman yang adikodrati [supernatural] dan menyelamatkan termasuk, tidak hanya kebenaran akan eksistensi Allah dan tindakanNya sebagai Pengganjar yang baik dan Penghukum yang jahat, tapi juga misteri Trinitas dan Inkarnasi. Harus dicatat bahwa pada titik ini tidak ada petunjuk niatan apapun dari Kantor Kudus, dalam mengutip teks dari Surat kepada umat Ibrani ini, untuk mengajarkan bahwa kepercayaan eksplisit dalam misteri Trinitas dan Inkarnasi tidak dipersyaratkan bagi pencapaian keselamatan. Dalam konteks surat tersebut, Kongregasi Suci mengutip ayat [dari Surat kepada umat Ibrani] tepatnya sebagai bukti dari pernyataannya bahwa sebuah keinginan yang implisit akan Gereja tidak dapat menghasilkan efek tersebut [ie. efek masuk kedalam Gereja] "kecuali seseorang mempunyai iman yang adikodrati [supernatural]."

Namun, ajaran dari surat tersebut harus dilihat [dalam terang] ajaran Katolik lainnya. Dan adalah benar-benar merupakan bagian dari ajaran Katolik bahwa kebenaran-kebenaran terwahyukan yang mendasar harus diterima dan dipercayai secara eksplisit, meskipun ajaran-ajaran lain yang terkandung dalam deposito iman boleh, dalam keadaan tertentu dipercayai hanya dengan iman implisit. Iman yang sejati dan adikodrati [supernatural], harus kita ingat, bukanlah sekedar kesiapan untuk mempercayai, tapi sebuah kepercayaan aktual, penerimaan aktual atas ajaran-ajaran definitif yang secara aktual telah diwahyukan secara adikodrati [supernatural] oleh Allah kepada manusia, sebagai sesuatu yang benar.[11] Terlebih, iman yang adikodrati [supernatural] dan menyelamatkan ini adalah sebuah penerimaan atas ajaran-ajaran ini, bukan sebagai ajaran yang dapat dipastikan secara kodrati [natural], tapi justru karena [ajaran tersebut adalah] pernyataan yang diwahyukan, yang harus diterima atas otoritas Allah yang telah mewahyukannya kepada manusia.

Porsi doktrinal dari surat Kantor Kudus diakhiri dengan deklarasi bahwa, dalam terang apa yang diajarkan dokumen itu sendiri, "sudahlah terbukti bahwa hal-hal yang diajukan dalam [terbitan] periodik 'from the Housetops,' fascicle 3, sebagai ajaran Gereja Katolik yang asli adalah jauh dari itu [ie. jauh dari ajaran Gereja Katolik asli] dan merupakan sesuatu yang sangat merusak baik kepada mereka yang berada dalam Gereja dan mereka diluarnya." Terbitan dari from the Housetops yang disebut oleh Surat [Kantor Kudus] mengandung hanya satu artikel, ditulis oleh Tn. Raymond Karam dari kelompok Pusat St. Benediktus, dan berjudul "Tanggapan kepada seorang Liberal."

Kesalahan yang paling penting yang terkandung dari artikel itu adalah pengingkaran akan kemungkinan keselamatan bagi setiap orang yang hanya mempunyai keinginan implisit untuk masuk Gereja Katolik. Juga ada ajaran buruk mengenai persyaratan bagi justifikasi, yang terbedakan dari persyaratan bagi keselamatan. Kesalahan yang pertama [ie. kesalahan artikel periodik From the Housetops yang membedakan antara persyaratan mengenai justifikasi dan persyaratan mengenai keselamatan] telah diindikasikan dalam terbitan sebelumnya dari The American Ecclesiastical Review.[12]

Surat Kantor Kudus sejauh ini adalah pernyataan otoritatif yang paling komplit mengenai perlunya Gereja bagi keselamatan dan [atas penjelasan dari ajaran tersebut] yang pernah dikeluarkan tahta Suci sampai saat ini. Sejumlah besar dokumen dahulu kala telah meneguhkan dogma tersebut. Ensiklik Mystici Corporis menunjukkan dengan jelas bahwa penjelasan dari ajaran ini melibatkan sebuah pengakuan akan fakta bahwa keselamatan adalah mungkin bagi manusia-manusia "yang berhubungan kepada Tubuh Mistik sang Penebus oleh suatu kerinduan dan keinginan bawah sadar,"[13] Ensiklik Humani Generis mengecam dengan keras mereka yang "mereduksi menjadi sebuah rumusan kosong perlunya berada dalam Gereja sejati untuk memperoleh keselamatan abadi."[14]

Masihlah tetap bagi dokumen saat ini untuk menyatakan dan untuk mempergunakan pembedaan antara necessity of precept [ie. perlu sebagai aturan] dan necessity of means [ie. perlu sebagai sarana], untuk menjelaskan yang terakhir [ie. necessity of means] dalam artian berada dalam Gereja secara re dan secara voto, dan secara eksplisit membedakan antara niatan eksplisit dan implisit untuk memasuki Gereja. Karena [surat Kantor Kudus] tersebut telah melakukan hal-hal itu, dan karena surat itu telah menggabungkan ajaran mengenai perlunya Gereja dengan ajaran-ajaran akan perlunya iman dan [perlunya] kasih, surat Kantor Kudus akan berdiri sebagai salah satu pernyataan doktrinal yang otoritatif di jaman modern ini.


+Joseph Clifford Fenton

The Catholic University of America

Washington, D.C.




Surat dari Kongregasi Suci Kantor Kudus
[Catatan DeusVult: Sekarang namanya "Kongregasi Ajaran Iman"]

Surat dari kantor Kudus yang penting ini diawali dengan sebuah surat dari Uskup Agung Boston yang Terkudus.



Surat dari Uskup Agung Cushing

Kongregasi Suci Tertinggi Kantor Kudus telah memeriksa masalah mengenai Romo Leonard Feeney dan Pusat St. Benediktus. Setelah mempelajari dengan hati-hati publikasi yang dikeluarkan oleh Pusat tersebut, dan setelah mempertimbangkan semua hal yang berkenaan dengan kasus ini, Kongregasi Suci telah memerintahkan aku untuk mempublikasikan, dalam keseluruhannya, surat yang telah dikirimkan Kongregasi tersebut kepadaku pada 8 Agustus 1949. Paus Tertinggi, Yang Tersuci, Paus Pius XII, telah memberikan persetujuan penuh kepada keputusan ini. Dalam kepatuhan, karenanya, kami mempublikasikan, dalam keseluruan, teks Latin dari surat tersebut sebagaimana diterima dari Kantor Kudus bersama dengan sebuah terjemahan Ingris yang juga telah disetujui oleh Tahta Suci.

Diberikan di Boston, Massachusett, 4 September 1952.

Walter J. Furlong, Penasehat

+ Richard J. Cushing, Uskup Agung Boston.




SURAT DARI KANTOR KUDUS [ie. Kongregasi Ajaran Iman]

Dari Markas Pusat Kantor Kudus, 8 Agustus 1949.

Yang Mulia:

Kongregasi Suci Tertinggi ini telah mengikuti secara penuh perhatian kemunculan dan arah dari kontroversi besar yang ditimbulkan oleh anggota-anggota tertentu dari "Pusat St. Benediktus" and "Kolose Boston" dalam hal penafsiran aksioma: "Diluar Gereja tidak ada keselamatan."

Setelah memeriksa semua dokumen yang perlu dan berguna dalam masalah ini, diantaranya informasi dari kantor arsip anda, begitu juga banding-banding dan laporan-laporan dimana anggota-anggota "Pusat St. Benediktus" menjelaskan pendapat-pendapat dan keluhan-keluhan mereka, dan juga berbagai dokumen lain yang berkenaan kepada kontroversi [ini], [yang di]kumpulkan secara resmi, Kongregasi Suci ini yakin bahwa kontroversi yang patut disayangkan ini timbul dari fakta bahwa aksioma, "diluar Gereja tidak ada keselamatan," tidak dipahami dan ditimbang dengan benar, dan bahwa kontroversi tersebut telah menjadi lebih pahit karena gangguan disilin serius yang timbul atas fakta bahwa beberapa anggota-anggota dari insitusi yang disebut diatas menolak penghormatan dan ketaatan kepada otoritas yang sah.

Sesuai dengannya, para Kardinal yang tersohor dan terhormat [catatan DeusVult: mungkin terjemahan Most Eminent dan Most Reverend itu kurang tepat] dari Kongregasi Tertinggi ini, dalam sebuah sessi pertemuan yang diadakan pada Rabu, 27 Juli 1949, berkenan memberikan persetujuan bahwa penjelasan-penjelasan berikut berkenaan dengan ajaran, dan juga bahwa ajakan dan penganjuran yang patut untuk mendisiplinkan [seyogyanya] diberikan:


    Kami terikat oleh iman yang ilahi dan Katolik untuk mempercayai semua hal yang terkandung dalam sabda Allah, apakah itu di Kitab Suci atau Tradisi, dan [semua hal] yang diajukan oleh Gereja untuk dipercayai sebagai sesuatu yang diwahyukan secara ilahi, bukan hanya melalui keputusan meriah tapi juga melalui kuasa [ie. "office"] mengajar biasa dan universal (Denzinger, n. 1792). Sekarang, diantara perkara-perkara yang selalu dikhotbahkan Gereja dan tidak akan pernah berhenti untuk dikhotbahkan, terkandung juga pernyataan takbisasalah yang mana kita diajarkan bahwa tidak ada keselamatan diluar Gereja. Namun dogma ini harus dimengerti dalam artian yang dimengerti Gereja sendiri. Karena, bukanlah kepada keputusan pribadi Penebus Kita memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang terkandung dalam deposito iman, tapi kepada otoritas mengajar Gereja. Nah, pertama-tama, Gereja mengajarkan bahwa dalam perkara ini ada pertanyaan mengenai sebuah perintah yang ketat oleh Yesus Kristus. Karena Dia secara eksplisit menginstruksikan kepada rasul-rasulNya untuk mengajarkan kepada semua bangsa untuk melakukan segala sesuatu yang Dia sendiri perintahkan (Mat 28:19-20). Nah, diantara perintah-perintah Kristus, yang tidak kita yakini paling bawah, adalah [bahwa] kita diperintahkan untuk di-inkorporasi-kan oleh baptisan kepada tubuh Mistik Kristus, yang adalah Gereja, dan tetap bersatu kepada Kristus dan kepada WakilNya, yang melalui [sang Wakil tersebut] Dia sendiri secara kasat mata memerintah Gereja di bumi. Karenanya, tidak seorangpun akan diselamatkan, [kalau dia] mengetahui bahwa Gereja telah diinstitusikan secara ilahi oleh Kristus, tapi menolak untuk tunduk kepada Gereja atau menarik ketaatan dari Paus Roma, Wakil Kristus di bumi. Tidak hanya Sang Penyelamat memerintahkan agar semua bangsa masuk Gereja, tapi Dia juga mendekritkan Gereja sebagai sebuah sarana keselamatan yang tanpanya tidak seorangpun dapat masuk kerajaan kemuliaan abadi. Dalam kerahiman takterbatasnya Allah telah menghendaki bahwa efek-efek, diperlukan bagi seseorang untuk diselamatkan, dari bantuan-bantuan kepada keselamatan yang diarahkan kepada tujuan akhir manusia, tidak oleh keperluan intrinsik [intrinsic necessity], tapi oleh institusi ilahi, juga dapat didapatkan dalam keadaan-keadaan tertentu ketika bantuan-bantuan tersebut digunakan hanya dalam keinginan dan kerinduan. Ini kita lihat jelas dinyatakan dalam Konsili Kudus Trent, baik pada acuan kepada sakramen regenerasi [ie. baptisan] dan pada acuan kepada sakramen tobat (Denzinger, nn. 797, 807). Yang sama dalam tingkatannya sendiri juga harus dinyatakan dengan teguh akan Gereja, sepanjang dia [ie. Gereja] adalah bantuan yang umum kepada keselamatan. Karenanya, jikalau seseorang bisa mendapatkan keselamatan abadi, tidaklah selalu dipersyaratkan bahwa dia di-inkorporasi-kan kedalam Gereja secara aktual sebagai seorang anggota, tapi adalah perlu bahwa paling tidak dia bersatu dengannya [ie. Gereja] oleh keinginan dan kerinduan. Namun keinginan ini tidak perlu selalu bersifat eksplisit, sebagaimana yang terdapat pada katekumen; tapi ketika seseorang pribadi terlibat dalam ketidaktahuan yang tidak bisa diatasi [invincible ignorance] Allah menerima juga suatu keinginan implisit, [yang dinamakan demikian] karena [keinginan implisit tersebut] termasuk didalam disposisi yang baik dari jiwa dimana seorang pribadi ingin kehendaknya diselaraskan kepada kehendak Allah. Hal-hal ini jelas diajarkan dalam surat dogmatis yang di-issu-kan oleh Paus yang Berdaulat, Paus Pius XII pada 29 Juni 1943, Mengenai Tubuh Mistik Kristus [Mystici Corporis Christi] (AAS, Vol. 35, an. 1943, p. 193 ff.). Sebab dalam surat ini Paus Yang Berdaulat jelas membedakan antara mereka yang secara aktual di-inkorporasi-kan kedalam Gereja sebagai anggota-anggota, dan mereka yang bersatu kepada Gereja hanya oleh keinginan. Ketika membahas anggota-anggota dimana tubuh Mistik Kristus di dunia terdiri dari, Paus terhormat yang sama berkata: "Secara aktual hanya mereka yang termasuk sebagai anggota-anggota Gereja [adalah mereka] yang telah dibaptis dan mengikrarkan iman sejati, dan yang tidak secara patut disayangkan memisahkan diri mereka sendiri dari kesatuan Tubuh, atau dikecualikan [dari kesatuan Tubuh] oleh otoritas yang sah karena kesalahan-kesalahan berat yang telah dilakukan." Menuju ke akhir dari surat ensiklik yang sama, ketika dengan penuh perhatian [Paus Pius XII] mengundang kepada kesatuan mereka yang tidak merupakan milik dari tubuh Gereja Katolik, dia menyebutkan bahwa mereka yang "berhubungan kepada Tubuh Mistik sang Penebus oleh suatu kerinduan dan keinginan bawah sadar," dan mereka-mereka ini tidak dimaksudkan beliau [ie. Pius XII] terkecualikan dari keselamatan abadi, tapi disisi lain menyatakan bahwa mereka dalam sebuah kondisi "dimana mereka tidak dapat pasti akan keselamatan mereka" karena "mereka masih tetap terkurangkan dari banyak karunia-karunia dan bantuan-bantuan surgawi yang hanya bisa dinikmati dalam Gereja Katolik" (AAS, 1. c., p. 243). Dengan kata-kata bijak ini, dia menegur mereka yang mengecualikan dari keselamatan semua yang bersatu dengan Gereja hanya oleh keinginan implisit, dan mereka yang secara keliru meneguhkan bahwa orang-orang bisa diselamatkan dengan sama baiknya dalam semua agama (bdk. Paus Pius IX, Allocution, Singulari quadam, di Denzinger, n. 1641 ff.; juga Paus Pius IX di surat ensiklik, Quanto conficiamur moerore, di Denzinger, n. 1677). Tapi tidak boleh dipikirkan bahwa tiap jenis keinginan apapun untuk memasuki Gereja telah memadai untuk [membuat] seseorang diselamatkan. Adalah perlu bahwa keinginan tersebut yang membuat seseorang dihubungkan dengan Gereja, digerakkan oleh kasih sempurna. Tidak pula keinginan yang implisit akan menghasilkan efek ini, kecuali seseorang mempunyai iman yang adikodrati [supernatural]: "Karena dia yang datang kepada Allah harus mempercayai bahwa Allah itu ada dan [Dia] adalah pengganjar [hadiah] bagi mereka yang mencariNya" (Ibr 11:6). Konsili Trent mendeklarasikan (Sessi VI, Bab. 8): "Iman adalah permulaan keselamatan seseorang, dasar dan akar dari semua pembenaran, tanpanya tidaklah mungkin untuk menyenangkan Allah dan mendapatkan persahabatan dengan anak-anakNya" (Denzinger, n. 801). Dari apa yang telah dikatakan sudahlah terbukti bahwa hal-hal yang diajukan dalam [terbitan] periodik from the Housetops, fascicle 3, sebagai ajaran Gereja Katolik yang asli adalah jauh dari itu [ie. jauh dari ajaran Gereja Katolik asli] dan merupakan sesuatu yang sangat merusak baik kepada mereka yang berada dalam Gereja dan mereka diluarnya. Dari deklarasi-deklarasi ini yang berkenaan dengan ajaran, mengikut beberapa kesimpulan yang berkenaan dengan disiplin dan perlakuan, dan yang tidak dapat tak-diketahui oleh mereka yang secara bersemangat membela [ajaran] perlunya, dimana semua orang terikat [atas keperluan tersebut], berada dalam Gereja sejati dan tunduk kepada otoritas Paus Roma dan Uskup-Uskup "yang ditempatkan Roh Kudus . . . untuk memerintah Gereja" (Acts 20:28). Karena itu, tidak dapat dimengerti bagaimana Pusat St. Benediktus bisa secara konsisten meng-klaim sebagai sekolah Katolik dan ingin dianggap sebagaimananya [ie. sebagai sekolah Katolik], dan tidak mematuhi preskripsi kanon 1381 dan 1382 dari Hukum Kanon, dan tetap eksis sebagai sebuah sumber perpecahan dan pemberontakan melawan otoritas gerejawi dan sebagai sumber gangguan banyak suara hati. Terlebih, adalah diluar pemahaman bagaimana seorang anggota dari sebuah Institusi religius, yaitu Romo Feeney, menyatakan diri sendiri sebagai seorang "Pembela Iman," dan pada saat yang sama tidak ragu-ragu untuk menyerang instruksi katekesis yang dinyatakan oleh otoritas yang sah, dan bahkan tidak takut untuk menerima ancaman sanksi berat oleh kanon-kanon kudus karena pelanggaran yang serius akan tugasnya sebagai seorang kaum religius, seorang imam, dan seorang anggota biasa dari Gereja. Pada akhirnya, tidaklah bisa dengan bijaksana ditoleransi bahwa umat-umat Katolik tertentu dapat meng-klaim bagi diri mereka sendiri hak untuk mempublikasikan sebuah periodikal, dengan tujuan untuk menyebarluaskan ajaran-ajaran teologis, tanpa ijin dari otoritas Gereja yang kompeten, yang disebut "imprimatur," sebagaimana diatur dalam kanon-kanon suci. Karenanya, biarlah mereka yang dalam bahaya berat sedang melawan Gereja, dengan serius mengingat bahwa setelah "Roma berbicara" mereka tidak dapat dimaklumi bahkan oleh alasan ketulusan iman [catatan DeusVult: untuk frase "good faith" aku terjemahkan "ketulusan iman"]. Tentunya, ikatan dan tugas atas kepatuhan mereka [ie. orang-orang Pusat St. Benediktus] kepada Gereja adalah lebih berat daripada mereka yang masih berhubungan dengan Gereja "hanya melalui suatu keinginan bawah sadar." Biarlah mereka sadar bahwa mereka adalah anak-anak Gereja yang dengan penuh kasih dipelihara oleh susu-susu ajaran dan sakramennya, dan karenanya, setelah mendengarkan suara jelas dari sang Bunda [ie. Gereja sebagai bunda], mereka tidak dapat lepas dari ketidaktahuan yang timbul atas kesalahan mereka sendiri, dan karenanya kepada mereka terkenakan tanpa batasan prinsip: ketundukan kepada Gereja Katolik dan kepada Paus Yang Berdaulat dipersyaratkan sebagai sesuatu yang perlu bagi keselamatan.

Dalam mengirimkan surat ini, aku menyatakan penghargaan tertinggiku, dan tetap,

Your Excellency's most devoted, [Catatan DeusVult: tidak diterjemahkan]

+ F. Cardinal Marchetti-Selvaggiani.

A. Ottaviani, Penilai.

(Pribadi); Kantor Kudus, 8 Agustus 1949.