Senin, 14 Maret 2011

Info Post
Tempo hari, salah seorang rekan administrator page Gereja Katolik membuat status yang mengutip pernyataan seorang Kardinal Gereja Katolik yang menimbulkan berbagai macam reaksi dari para member page Gereja Katolik. Ada yang menyetujui, ada yang menolak, ada yang mencoba netral, ada yang menghakimi admin page Gereja Katolik, bahkan ada pula yang menghakimi Sang Kardinal. Di sini saya sebagai rekan admin tersebut ingin memberikan sedikit penjelasan mengenai hal ini. Saya mengutip kembali pernyataan Kardinal Urbano Navarrete Cortes yang berbunyi demikian:
“Saya percaya lebih baik membagikan Ekaristi di lidah daripada di tangan, dan saya tidak ikhlas membagikan Komuni di tangan. Membagikan Komuni di tangan membuat orang menganggap enteng Komuni Kudus”.

Pernyataan di atas dapat anda klik di link ini: http://www.facebook.com/gerejakatolik/posts/10150204410014638

Sebelum kita lebih lanjut membahas pernyataan ini , saya hendak menyampaikan dulu latar belakang Sang Kardinal. Dari link ini http://the-confes-sions.blogspot.com/2010/12/interview-dengan-kardinal-urbano.html yang merupakan terjemahan dari artikel http://rorate-caeli.blogspot.com/2010/12/mass-that-is-more-directed-toward-god.html ( terjemahan Bahasa Inggris) dan http://www.papanews.it/dettaglio_interviste.asp?IdNews=8150#a  (versi asli Bahasa Italia), kita dapat mengetahui bahwa Kardinal Urbano Navarrete Cortes adalah seorang Kardinal yang berusia sangat uzur dan Beliau telah melayani tidak kurang dari lima Paus, sejak Pius XII sampai Benediktus XVI dengan kesetiaan mutlak. Kardinal Urbano Navarrete Cortes, seorang Spanyol dari Camarena de la Sierra, menjadi Rektor Universitas Kepausan Gregorian sejak tahun 1980, seorang imam Yesuit yang termasyhur, dan ahli Hukum Kanon, dan diangkat menjadi Kardinal dalam konsistori 24 Novemnver 2007.

Saya yakin Beliau mempunyai alasan yang kuat untuk berkata-kata demikian. Beliau bukanlah satu-satunya orang yang mempertanyakan Komuni Kudus di tangan. Ada banyak Kardinal dan Uskup yang memiliki pendapat umum yang sama dengan Beliau, misalkan Kardinal Malcolm Ranjith (mantan Nuncio untuk Indonesia) dan Uskup Athanasius Schneider. Saya balik bertanya kepada para member Gereja Katolik yang menghakimi Sang Kardinal, Apa hak anda untuk menghakimi Sang Kardinal seperti itu? Apakah anda lebih tahu daripada Beliau? Apakah anda lebih berwibawa daripada Beliau?

CARA BAKU PENERIMAAN KOMUNI KUDUS
Cara baku penerimaan Komuni Kudus adalah Komuni di Lidah entah sambil berlutut atau berdiri. Komuni Kudus di lidah merupakan cara yang ditetapkan Magisterium Gereja sebagai cara baku bagi setiap umat Katolik untuk menerima Komuni Kudus.
Berikut saya kutipkan pernyataan dari Dokumen Gereja Redemptionis Sacramentum:
“Walaupun tiap orang tetap selalu berhak menyambut komuni dengan lidah jika ia menginginkan demikian, namun kalau ada orang yang ingin menyambut komuni di tangan, di wilayah-wilayah di mana Konferensi Uskup setempat, dengan recognitio oleh Takhta Apostolik yang telah mengizinkannya, maka hosti harus diberikan kepadanya. Akan tetapi harus diperhatikan baik-baik agar hosti dimakan oleh si penerima pada saat masih berada di hadapan petugas komuni; sebab orang tidak boleh menjauhkan diri sambil membawa Roti Ekaristi di tangan. Jika ada bahaya profanasi, maka hendaknya komuni suci tidak diberikan di tangan.” (Redemptionis Sacramentum, No. 92)


Dokumen Redemptionis Sacramentum dapat dilihat di sini:
http://www.vatican.va/roman_curia/congregations/ccdds/documents/rc_con_ccdds_doc_20040423_redemptionis-sacramentum_en.html

Ada tiga hal yang bisa kita dapat dari dokumen tersebut:
1. Komuni di lidah boleh dilakukan di seluruh dunia.
2. Komuni di tangan HANYA diizinkan di area tertentu saja yang telah mendapat recognitio (pengakuan resmi).
3. Jika terjadi bahaya profanasi maka Komuni di tangan menjadi terlarang dan Komuni harus diterima langsung dengan lidah.
Liturgi Romawi memang mengutamakan menerima di lidah langsung dan hanya dalam teritori yang didispensasi Tahta Suci saja diizinkan terima Komuni di tangan.

Bahkan, Pada Februari 2008 seorang pejabat Vatikan (Uskup Agung Ranjith dari Srilanka) mengeluarkan pernyataan bahwa Komuni di tangan hendaknya ditinjau kembali. Artikel tersebut dapat dilihat di situs ini dan terjemahannya sebagai berikut:

Pejabat Vatikan menganjurkan untuk mempertimbangkan Komuni di tangan
Vatikan, Feb. 1, 2008 (CWNews.com) - Sekretaris Kongregasi Penyembahan Ilahi telah menyerukan pertimbangan kembali praktek Komuni di tangan.
Di prakata sebuah buku berbahasa Italia baru mengenai Ekaristi yang ditulis oleh seorang Uskup dari Kazakhstan yang dirilis pada Januari oleh badan penerbitan resmi Vatikan, Uskup Agung Albert Malcolm Ranjith Patabendige Don (sekarang Beliau adalah Kardinal) menganjurkan bahwa penerimaan Komuni di tangan telah memberi sumbangsih kepada sikap "kegegabahan" atas Ekaristi, dan juga beberapa penyelewengan yang mengejutkan. Sang Uskup Agung membuat pernyataannya di prakata [buku] Dominus Est (Itu adalah Tuhan) yang ditulis Uskup Athanasius Schneider dari Kazakhstan.

Praktek penerimaan Komuni di tangan tidak di mandatkan oleh Vatikan II, dan juta tidak diperkenalkan untuk merespon seruan dari para awam, tulis Uskup Agung Ranjith. Namun, [+Ranjith lebih lanjut] berargumen, sebuah praktek kesalehan yang sudah mapan-- [yaitu] menerima Ekaristi dengan berlutut, di lidah-- telah dirubah "secara tidak patut dan tergesa-gesa," dan menjadi tersebar bahkan sebelum praktek tersebut di setujui secara resmi oleh Vatikan.

Mengingat meratanya kekurangan sikap khusuk atas Ekaristi, sang Uskup Agung menyarankan bahwa [saat ini] adalah "waktu yang penting untuk meninjau kembali" kebijakan [komuni di tangan] tersebut. Sementara beliau sendiri tidak mengutuk praktek komuni di tangan, sang Pejabat Vatikan [ie. +Ranjith] memuji Uskup Schneider karena berargumen memilih praktek lama [ie. menerima komuni dengan berlutut, di lidah], dan berkata bahwa hal tersebut membantu memupuk sebuah sikap yang patut bagi kekhusukan dan kesalehan.

Data-data di atas sekali lagi menegaskan bahwa Komuni di Lidah adalah cara baku dan diutamakan ketimbang Komuni di tangan. Komuni di Lidah sama sekali tidak memerlukan izin dari Tahta Suci untuk dipraktekkan sedangkan Komuni di tangan perlu mendapatkan recognitio dari Tahta Suci.

sumber berita lain:

Paus Benediktus XVI lebih mengutamakan Komuni di Lidah

Argumen Historis tentang Komuni di lidah oleh Uskup Athanasius Schneider, Uskup Auksilier Astana (Kazakhstan)
Empat Jempol untuk Uskup Athanasius Schneider

KEADAAN DI INDONESIA (Update terbaru dalam tulisan merah, isi artikel lama dalam tulisan hitam tetap dipertahankan)
Update terbaru: Dulu saya memang meragukan Indonesia mendapatkan indult Komuni di tangan dari Tahta Suci. Hal ini karena sampai sekarang tidak ada seorang pun kaum tertahbis di Indonesia yang bisa menunjukkan apakah Indonesia mendapatkan indult tersebut. Seorang Romo pernah mengatakan bahwa Indult Komuni di tangan untuk Indonesia didapat dari Indult Komuni di tangan untuk Belanda (Anggapannya, Indonesia nebeng punya Belanda karena Indonesia masih dijajah Belanda). Tetapi argumen ini lemah sekali karena Indult Komuni di tangan baru diberikan pada tahun 1969 dan Indonesia sudah lama merdeka dari Belanda. Pencarian saya akhirnya membuahkan hasil dan memang Indonesia mendapatkan Indult (pengecualian dari norma universal) untuk Komuni di tangan dari Tahta Suci. Bukti bahwa Indonesia mendapatkan indult Komuni di tangan adalah Notitiae dari Kongregasi Penyembahan Ilahi (Congregation of Divine Worship, sebuah badan dalam kuria Roma yang mengurusi Liturgi, Ibadat dan sebagainya) tahun 1971 nomor 342. Hal ini dilaporkan dalam surat kabar Catholic Herald di Inggris pada tanggal 18 April 1975. Pada tahun 1971 itu juga, selain Indonesia, Nigeria and Upper Volta, Paraguay dan Rhodesia mendapatkan Indult Komuni di tangan. Dengan demikian, praktek Komuni di tangan di Indonesia adalah diperbolehkan. Namun, tetap harus diperhatikan bahwa Komuni di tangan bukanlah norma baku Gereja Katolik melainkan indult atau pengecualian dari norma universal tersebut yang diminta oleh konferensi para uskup suatu negara agar Komuni di tangan dapat diperbolehkan. Hal ini juga berarti bahwa Komuni di lidah sambil berlutut tetap merupakan cara yang utama dan resmi serta tentu lebih diutamakan dari Komuni di tangan.

Seperti yang kita ketahui bahwa Komuni di tangan juga DIIZINKAN dan  BUKAN merupakan Praktek yang dinyatakan keliru oleh Magisterium Gereja berdasarkan Redemptionis Sacramentum. Namun, Praktek ini haruslah mendapat recognitio (pengakuan resmi) dari Vatikan. Nah, ada sebuah pertanyaan yang cukup mengganjal mengenai keadaan di Indonesia. Apakah Indonesia telah mendapat recognitio tersebut? Sampai saat saya membuat tulisan ini, saya belum menemukan dokumen yang menyatakan pemberian recognitio Komuni Kudus di tangan dari Roma kepada Indonesia.
Saya mencoba berpikir positif seperti berikut ini:
“Tata Perayaan Ekaristi terbaru telah menerima recognitio dari Roma. Di dalam TPE terbaru tersebut berisi tata cara menerima Komuni dimana KWI menganjurkan untuk menerima di tangan (sayangnya anak-anak kita tidak lagi diajar menerima di lidah). Dengan demikian, boleh kita simpulkan bahwa Roma telah secara implisit  memberikan recognitio tersebut.”
Akan tetapi, pikiran positif ini lemah jika dibenturkan dengan fakta bahwa negara-negara yang memiliki TPE sendiri pun mendapat recognitio Komuni di tangan secara khusus dan terpisah dari recognitio terhadap Tata Perayaan Ekaristi. Berikut saya tampilkan daftar negara-negara yang diberikan recognitio Komuni di tangan oleh Roma.
http://www.ewtn.com/expert/answers/communion_in_hand.htm


Tidak ada negara Indonesia dalam dokumen tersebut.

Penjelasan tambahan dari administrator situs katolisitas.org:
"Dengan demikian, jika anda ingin menerima Komuni di lidah dengan berlutut, silakan saja anda lakukan. Apalagi setelah saya tanyakan kepada Romo Boli, belum ada ketentuan tertulis di keuskupan di Indonesia yang tentang keseragaman cara (misal dengan cara berdiri) sebagai norma yang diberlakukan untuk menerima Komuni kudus di keuskupan- keuskupan di Indonesia. Saya dan Stef memutuskan untuk menerima Komuni dengan berlutut dan langsung di lidah, karena menurut hemat kami, inilah cara yang lebih menunjukkan penghayatan akan kehadiran Kristus yang kami sambut dalam Ekaristi. Paus Benediktus XVI juga telah menetapkan bahwa semua orang yang akan menerima Komuni darinya harus menerimanya dengan berlutut dan langsung di mulut. Ini juga adalah salah satu bukti tentang cara penerimaan Komuni di mulut sebagai cara yang lebih mencerminkan maknanya. Bukankah kita akan berlutut, atau bahkan sujud/ rebah sekalipun, jika Tuhan Yesus sungguh hadir di hadapan kita?"
RP. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD adalah seorang ahli sakramen dan liturgi serta menjadi penulis tetap juga di katolisitas.org. Nah, Pater Boli sudah berkata bahwa tidak ada ketentuan tertulis di Keuskupan-keuskupan di Indonesia tentang keseragaman cara sebagai norma yang diberlakukan untuk menerima Komuni Kudus di keuskupan-keuskupan Indonesia. Jadi silahkan anda memilih sesuai kehendak bebas anda. Namun, saya yang adalah awam ini sangat menyarankan umat Katolik di Indonesia untuk menerima Komuni Kudus di lidah sebagai tata cara baku yang diutamakan oleh Magisterium Gereja Katolik.

FENOMENA LAIN DI INDONESIA
Fenomena lain yang cukup memprihatinkan adalah ketidaksediaan sejumlah Imam di Indonesia untuk menerimakan Komuni Kudus di lidah kepada umat yang menginginkan Komuni di lidah. Padahal, dari berbagai data di atas, dapat kita ketahui bahwa Komuni Kudus di Lidah adalah Tata Cara yang baku dan diutamakan ketimbang Komuni di tangan. Di Indonesia malah terjadi sebaliknya, Komuni di tangan menjadi cara yang baku sedangkan Komuni di lidah malah menjadi cara nomor dua.

Kepada Para Reverendus Pater dan Para Reverendus Dominus yang terhormat, saya memohon kepada anda sekalian agar anda sekalian berkenan memberikan Komuni Kudus di lidah kepada setiap umat Katolik yang hendak menyambut Komuni Kudus di lidah.

PRINSIP "YANG PENTING HATI"
Selanjutnya, saya menyoroti sebuah keadaan yang memilukan lainnya. Banyak member page Gereja Katolik berkomentar “yang penting hatinya” di status tersebut, seakan-akan hal tersebut adalah prinsip yang berlaku dalam Gereja Katolik.

Saudara-saudariku sekalian, prinsip seperti itu tidaklah tepat dan tidak sesuai ajaran Gereja. Apakah kita makhluk rohani SAJA sehingga kita berprinsip “yang penting hati”? Sama sekali tidak saudara-saudariku. Kita adalah manusia, kita bukanlah makhluk jasmani SAJA atau makhluk rohani SAJA. Manusia sejati adalah kesatuan tubuh dan jiwa. Bukanlah manusia sejati jika kita hanya memiliki salah satu di antara tubuh dan jiwa.

Saya menanyakan pertanyaan kepada saudara-saudari sekalian: Pernahkah kita berpikir dan merenungkan bahwa segala Tata Perayaan Ekaristi yang ditetapkan oleh Magisterium Gereja Katolik adalah karena Gereja menghendaki kita supaya menyembah Allah dalam keutuhan kita,  bukan hanya dengan jiwa saja atau tubuh saja tapi segenap tubuh dan jiwa kita?

Tidak jarang pula prinsip “yang penting hati” mereduksi ketaatan kita kepada Gereja Katolik. Saudara-saudari, marilah kita melihat sejenak ke dalam  Kitab Suci tentang ketaatan yang kerapkali dikehendaki oleh Tuhan Yesus Kristus.
Umat Katolik sekarang ini, terutama di negara Indonesia, seringkali melupakan KETAATAN pada Gereja (Katolik) yang diberi kuasa oleh Sang Jalan dan Kebenaran dan Hidup untuk mengajarkan ajaran Iman dan Moral secara infallible/tidak dapat sesat (Matius 16:18-19, 1 Timotius 3:15). Dalam Lukas 10:16, dapat kita temukan bahwa ketaatan kepada Gereja adalah hal yang diinginkan Tuhan Yesus Kristus.

Kristus sendiri meminta orang-orang Israel TAAT pada apa yang diajarkan orang Farisi dan ahli taurat meskipun mereka tidak diberi karunia infallibilitas dan mereka juga sering melalaikan apa yang mereka ajarkan (Mat 23:1-3).
Kepada orang Farisi dan Ahli taurat yang tidak memiliki karunia infallibilitas, Kristus meminta umat Israel taat; apalagi kepada Gereja (Katolik) yang memiliki karunia tersebut, tentunya sudah layak dan sewajibnya umat Katolik taat pada pengajaran Iman dan Moral Gereja Katolik karena Kristus menghendaki demikian. Sebagai umat Katolik, kita juga harus yakin dan percaya dan tetap memegang teguh kebenaran bahwa Gereja yang SATU, KUDUS, KATOLIK, dan APOSTOLIK ini didirikan oleh Kristus sendiri di atas Sang Batu Karang (Mat 16:18).


Alam maut tidak akan dapat menguasai Gereja Katolik (Mat 16:18) karena Kristus telah berjanji akan senantiasa menyertai Gereja sampai pada akhir zaman (Mat 28:20) dan karena KasihNya juga, IA mengutus Roh Kudus untuk menyertai Gereja dan menuntun Gereja ke dalam seluruh kebenaran (Yoh 14:16, 16:13).

Mengapa pada Perjamuan Terakhir, Para Rasul menerima Komuni Kudus di tangan?
Pertanyaan di atas adalah pertanyaan yang juga ditanyakan oleh member page Gereja Katolik di status tersebut. Hal tersebut terjadi karena mereka adalah Imam atau bahkan Uskup. Hanya mereka yang tertahbis yang berhak memegang Tubuh dan Darah Kristus. Mengapa kita dapat mengatakan mereka adalah Imam atau Uskup? Karena mereka adalah orang-orang yang pertama-tama diutus dan diberi kuasa dan mandat oleh Yesus sendiri.
Silahkan baca perikop berjudul Yesus memanggil kedua belas rasul (Mat 10:1-4 ; Mrk 3:13-19 ; Luk 6:12-16) dan Yesus mengutus kedua belas rasul (Mat 10:5-15 ; Mrk 6:6b-13 ; Luk 9:1-6).
Mengenai hal ini Pater Paul J. McDonald juga berargumen:
But surely the Apostles received Communion in the hand at the Last Supper? It is usually presumed that this was so. Even if it were, though, we would point out that the Apostles were themselves priests, or even Bishops. But we must not forget a traditional custom of middle-eastern hospitality which was in practice in Jesus' time and which is still the case; that is, one feeds his guests with one's own hand, placing a symbolic morsel in the mouth of the guest. And we have this text of St. John's Gospel (13:26-30): "Jesus answered, 'It is he to whom I shall give this Morsel when I have dipped It.' So when He had dipped the Morsel, He gave It to Judas... So, after receiving the Morsel, he [Judas] immediately went out..."
Tulisan Pater Paul dapat ditemukan di blog Saint Robert Bellarmine

Demikianlah penjelasan dari saya mengenai status page Gereja Katolik tersebut. Pesan saya marilah kita membiasakan hal yang benar bukan membenarkan hal yang biasa. Juga, janganlah kita melupakan ketaatan kita kepada Gereja Katolik, satu-satunya Gereja yang didirikan oleh Kristus sendiri di atas Sang Batu Karang, Petrus.

=====================
Pax et Bonum
Administrator page Gereja Katolik,
Seorang awam dan mahasiswa dari Keuskupan Agung Pontianak.