Minggu, 27 Maret 2011

Info Post
Ditulis oleh Felipe Barandiaran
Senin, 12 November 2007 12:37
Salah satu aspek menarik dari Perjanjian Lama adalah intervensi Allah kepada mereka  yang telah melakukan semua yang mereka mungkin lakukan saat menghadapi rintangan yang begitu banyak dan menyerahkan kepada Allah untuk melakukan hal yang mustahil. Seperti pada kisah Daud dan Goliath, Gideon dan Orang-orang Yeriko, Kaum Makabe dan lainnya; kita mendapat kesan bahwa Allah sesungguhnya berperang di pihak mereka. Sejarah pada masa  Perjanjian Baru ini juga menampilkan sejumlah intervensi dari Allah. Di antaranya adalah cerita yang bagus sekali mengenai Reconquista, pengambilan kembali Spanyol dari dominasi Islam.

Jihad
Kurang dari 70 tahun setelah kematian Muhammad pada tahun 632, para pengikutnya telah menaklukan sebagian besar Timur Tengah dan Afrika Utara. Pada awal abad ke-8, para pemimpin dari agama baru ini mengalihkan pandangannya ke Kekristenan Eropa, memimpikan penaklukan-penaklukan bangsa Moor baru. Di sisi lain dari selat Gibraltar, Bangsa Visigoth Spanyol Katolik berada pada kemunduran, ditekan oleh bidaah Arianisme, jatuh pada kebobrokan moral yang parah, tentara dan rakyatnya lemah, dan para pemimpinnya terpecah. Pada tahun 711, karena perpecahan internal, para pengkhianat memberi info kepada Muslim tentang titik kelemahan di sepanjang pantai selatan Spanyol. Tanpa menunggu undangan kedua, pasukan Islam mendarat. Racun pengkhianatan ditambah dengan kebengisan dari tentara Islam menaklukkan seluruh Spanyol dalam beberapa tahun. Tapi Tuhan telah lama mempersiapkan Daud Spanyol yang akan menghadapi Goliat Islam yang baru.

 
Seorang Prajurit, sebuah Gua dan Seorang Ratu

Our Lady of Covadonga

Wilayah Cantabrian di utara Spanyol membentuk benteng alami dari puncak tinggi, ngarai yang dalam, lembah yang sempit, tebing yang curam dan hutan yang selalu hijau sepanjang tahun. Area menghasilkan sejumlah “Puncak Eropa” dan merupakan surga para pertapa dan rumah bagi beruang, kambing gunung dan soaring eagles. Tempat ini juga dikenal sebagai tempat lahir Katolik Spanyol, dan tempat ini menjadi titik permulaan dari hikayat kita yang begitu bagus.
Suatu hari, sekitar tahun 718, seorang pembuat masalah mendaki batuan dan dinding gunung dengan putus asa untuk melarikan diri dari seorang prajurit muda yang ingin menangkapnya.  Tiba-tiba, orang yang dikejar itu masuk ke dalam gua besar dan menghilang ke dalam kegelapan. Sambil mengejar orang tersebut, sang prajurit menemukan sang pembuat masalah menarik-narik seorang pertapa yang terhormat dengan putus asa. Di samping pertapa tua itu, berdiri sebuah gambar kecil dari Bunda Maria Yang Suci dengan Kanak-kanak Yesus di pelukannya. Berkat permintaan sang pertapa, sang prajurit membebaskan sang pembuat masalah dan berhenti mengejar-ngejarnya. “Allah akan memberkatimu karena ini, temanku,” kata Sang Pertapa. Nama sang pembuat masalah dan sang pertapa tenggelam dalam sejarah, tapi nama sang prajurit diketahui adalah Pelayo (Pelagius), seorang bangsawan dari garis keturunan yang setia dan tidak punya rasa takut. Gua tersebut sekarang dikenal sebagai Covadonga dan gambar kecil Maria tersebut dihormati di sana sebagai Ratu kita dari Codavonga, Perantara dan Ratu Spanyol. 

Masa awal Spanyol
Pada permulaan abad ke-8, Spanyol diperintah oleh Raja bangsa Visigoth bernama Vitiza, seorang pria yang kurang ajar dan korup. Ketika masih seorang pangeran, Vitiza membunuh Duke of Fafila dan mengasingkan anaknya, Pelayo. Setelah Vitiza mati, anak-anaknya tidak dapat mengamankan tahta karena ketidakpopuleran ayahnya yang kejam. Memanfaatkan kekacauan ini, Rodrigo Duke of Betica, mengumpulkan kekuatan dan medeklarasikan dirinya sendiri sebagai raja. Pada masa ini, para pendukung Vitiza dan anak-anaknya bersumpah untuk membalas dendam. Mereka mengirim utusan-utusan kepada para pengikut Muhammad di seberang  Selat Gibraltar di Afrika Utara dan mengungkapkan kepada mereka seluruh titik kelemahan pantai selatan Spanyol. Tariff bin Ziyad adalah seseorang yang dipilih untuk tugas ini oleh Musa bin Nusayr, gubernur Afrika Muslim. Dengan dibantu oleh pengkhianat lainnya, Count of Olian Lord of Gibraltar pada saat menghadapi Raja Rodrigo, Ziyad memenangkan banyak pertempuran yang menentukan pada tahun 711. Apa yang dimulai sebagai serbuan yang simpel berubah menjadi peperangan dan penaklukan yang besar karena banyak musuh bangsa Visigoth bergabung dengan pasukan Ziyad.

Pertempuran Guadalete
Akhirnya, Raja Rodrigo berhasil mengumpulkan sebuah pasukan berkekuatan 100.000 orang terlatih dan bertemu pasukan Muslim di Guadalete. Pada sengitnya pertempuran ini, para pendukung Vitiza dan anak-anaknya bergabung dengan bangsa penginvasi Moor dan menyerang Rodrigo dari belakang yang menentukan kemenangan bagi Ziyad. Raja Rodrigo terbunuh dan tubuhnya lenyap. Beberapa abad kemudian, makam Rodrigo ditemukan di Portugal.

Pelayo Muncul
Pada pertempuran itu, Pelayo, anak dari Duke Of Fafila yang telah dibunuh oleh Vitiza, juga ikut bertempur. Setelah kekalahan di Guadalete, Pelayo melarikan diri dengan anggota-anggota keluarganya ke Asturias di utara Spanyol. Sementara itu Nusayr menjadi iri kepada Ziyad dan memutuskan untuk berbagi dalam kejayaan dan kemenangan penaklukan Spanyol. Dia menyeberangi selat Gibraltar dengan tentara yang sangat kuat dan menaklukkan Granada, Malaga, Merida, Sevilla dan Zaragoza. Berlanjut bergabung dalam pengkhianatan yang keji, Para pengikut Vitiza menyerahkan kota demi kota kepada penginvasi. Seperti domino, daerah demi daerah jatuh, meninggalkan hanya sedikit kota yang bebas dari dominasi Muslim di daerah Cantabrian dekat Pyrenees. Munuza si Muslim ditunjuk sebagai Gubernur Gijon di daerah ini dan kemudian jatuh cinta kepada saudara Pelayo. Pelayo menolak perjodohan ini dan dimasukkan ke penjara di selatan Spanyol.  Menghindari orang-orang yang menangkapnya, ia kembali ke keluarganya untuk mencari Munuza yang sedang merencanakan pernikahan. Penolakan Pelayo terhadap pernikahan tersebut membuat Munuza marah dan memerintahkan penahanannya.

Pengusiran Dimulai
Diperingati oleh teman-temannya, Pelayo mencari pengungsian di pegunungan di daerah Cantabrian dan bersumpah akan mengusir rezim baru. Kepemimpinannya yang natural, ketenarannya sebagai seorang prajurit pemberani dan posisi dia sebagai seorang pangeran dari garis keturunan yang royal menarik banyak umat Katolik yang ingin berperang melawan Muslim. Di sekitar Pelayo, berkumpul sebuah pasukan berkekuatan 1000 orang. Tanpa diketahui, mereka memproklamasikan Pelayo sebagai raja pada tahun 716 atau 718. Tradisi berkata bahwa sejak bendera crimson bangsa Goth hilang pada perang Guadalete, pertapa yang tinggal di gua Covadonga meletakkan di tangan Pelayo sebuah salib kayu dan berkata, “Lihatlah tanda kemenangan ini”. Pelayo menjadikan salib ini perlengkapan standar utamanya untuk dibawa ke dalam pertempuran.1
Pelayo dan Salib Kayu
Mengetahui bahwa perhatian Islam sekarang fokus untuk menaklukan Prancis,2 Pelayo melancarkan pemberontakan melawan kubu pertahanan Muslim yang menghasilkan kemenangan-kemenangan yang menentukan. Mendengar pemberontakan ini, Munuza mengirim pesan kepada Alahor, Penguasa Cordoba, yang kemudian mengutus letnannya, Alkama, dengan sebuah pasukan yang besar untuk memadamkan pemberontakan. Alkama membawa bersamanya Don Opas, Uskup Sevilla, seorang kerabat Pelayo dan seorang kolaborator Muslim. Alkama berharap Don Opas dapat membujuk Pelayo untuk menyerah. Sementara, Pelayo telah menyebarkan pasukan kecilnya menuju beberapa posisi strategis di wilayah Cantabrian selagi Pelayo bersama sejumlah orang mengambil posisi di dalam Gua Covadonga di mana gambar Maria Yang Suci dihormati.

Percakapan dengan Don Opas

Pelayo dan Don Opas
Sebelum pertempuran, Alkama mengutus Don Opas untuk mencoba membujuk Pelayo untuk menurunkan pedangnya dengan menjanjikan pengampunan dan banyak keuntungan. Don Opas berkata, “Saudara, saya yakin bahwa kamu mengerjakan hal yang sia-sia. Apakah mungkin pengusiran dapat kamu lakukan ketika seluruh Spanyol dan tentaranya tidak dapat mengusir Ismaelites? Dengarkanlah aku, Menyerahlah dan nikmati banyak harta milik dalam damai dengan orang Arab seperti yang seluruh orang lain lakukan.”



Mengenai hal ini, Pelayo menjawab. “Saya tidak menginginkan persahabatan dengan Ismaelites dan tidak akan tunduk kepada kekaisaran mereka. Tidakkah kamu tahu bahwa Gereja Allah seperti bulan yang sekali memudar kembali ke kepenuhannya? Kami percaya kepada kerahiman Allah dan mengetahui bahwa dari pegunungan ini akan muncul kesembuhan Spanyol. Kamu bersama saudara-saudaramu, seperti Olian si Pelayan setan, memutuskan untuk menyerahkan  kerajaan-kerajaan Goth ini kepada orang-orang Islam. Tapi kami, memiliki Tuhan kami Yesus Kristus sebagai pembela kami di hadapan Allah Bapa, merendahkan orang-orang pagan ini yang dalam nama mereka kamu datang. Dan dengan perantaraan Bunda Allah, yang adalah Bunda Kerahiman,kami percaya bahwa pasukan kecil ini dari 105 orang Goth akan berlipatganda seperti benih-benih dari sebuah biji sesawi yang kecil.”3 Menyadari bahwa tidak dapat berkompromi dengan Pelayo, Don Opas kembali ke pasukan Muslim dan berkata, “Pergilah ke dalam gua dan bertarunglah karena hanya pedang yang dapat merebut apapun dari dia.”

Pertempuran (718 – 722)
Pada hari tersebut, dua peradaban dan agama berbeda saling berhadapan satu sama lain. Islam, yang telah menguasai Timur Tengah dan Afrika Utara, sekarang hendak menghancurkan benteng terakhir dari sebuah negara yang porak-poranda, sebuah peradaban yang hancur, sekelompok bangsa yang diperbudak dan sebuah agama yang dikafirkan. Di sana, di Covadonga, telah diputuskan apakah Spanyol akan menjadi anjungan bagi islam atau pelopor peradaban Kristen. Ketika Pelayo dan anak buahnya melihat ke bawah dari Gua Covadonga, mereka melihat sekumpulan besar Muslim. Alkama dan anak buahnya mencibir, yakin akan sebuah kemenangan yang mudah. Dinginnya ketakutan bercampur dengan dinginnya gua tapi pemimpin yang tidak dapat ditaklukan, menunjuk ke gambar kecil Ratu Kita dari Covadonga, mengingatkan anak buahnya yang berani untuk meletakkan kepercayaan diri mereka kepada perlindungan Sang Ratu.

Ratu mungil ini "cantik seperti bulan, brilian seperti matahari, mengerikan seperti tentara di medan tempur,”4 tidak akan mengecewakan kepercayaan mereka. Dengan demikian dimulailah kengerian tersebut, pertempuran yang tidak seimbang. Pada sebuah sinyal dari Alkama, banyak batu dan panah dilemparkan melawan orang-orang di gua. Kemudian terjadi sesuatu yang menakjubkan. Sejarahwan Spanyol abad ke-16, Pater Juan de Mariana, menceritakan pertempuran tersebut:

Mereka bertarung di gerbang masuk gua dengan seluruh senjata dan pelempar batu. Lalu adalah kuasa Tuhan terjadi, memihak kepada orang-orang kita dan berlawanan dengan Muslim karena panah dan tombak yang musuh lemparkan kembali ke mereka menyebabkan bahaya yang sangat besar di antara mereka. Musuh terkejut melihat mukjizat tersebut. Dengan Kebesaran hati dan semangat dengan harapan akan kemenangan, orang-orang Kristen muncul dari persembunyian, jumlahnya sedikit, kotor dan compang-camping. Mereka terlibat dalam perkelahian.  Mereka menjatuhkan diri di atas musuh dengan beringas, merubuhkannya, lalu berbalik dan lari.5

  
Sementara itu, prajurit lainnya, berada di posisi yang strategis di seluruh pegunungan melepaskan batu-batu besar dan batang-batang pohon ke arah pasukan Islam yang sekarang terjebak di lembah yang dalam daerah tersebut. Prajurit yang lain menembakkan anak panah mereka. Pada waktu yang sama, gemuruh yang mengerikan pecah, menambah kepanikan dan menyebabkan Muslim melarikan diri dengan kacau. Dikejar oleh orang-orang Kristen, mereka terbunuh di Lembah Cangas dalam sebuah pertempuran yang mengerikan. Don Opas Si Pengkhianat dijadikan tawanan dan Alkama terbunuh bersama ribuan Muslim lainnya. Kaum Moor yang tersisa, terkubur oleh sebuah pegunungan dekat dengan Sungai Deva yang tiba-tiba jatuh di atas mereka dan menarik mereka ke dalam sungai. Berabad-abad setelah itu, dimanapun di sungai yang membeku pada musim dingin, tulang-tulang dan bagian-bagian perisai mengapung ke atas.
  
Kembali ke Gijon, mendengar kekalahan mengejutkan ini, Munuza melarikan diri dengan tentaranya, akan tetapi dikejar oleh orang-orang Spanyol yang kemudian menangkapnya di dekat Oviedo, membunuhnya dan anak buahnya.

Pelayo setelah Covadonga

Terdorong oleh kemenangan dan teladan Pelayo, jumlah yang meningkat dari orang-orang Kristen bergabung dengannya. Salah satu diantaranya adalah Alfonso, Putera dari Duke Viscaya, yang meninggalkan ayah dan tanah airnya untuk bergabung dalam pertempuran di pihak Pelayo. Alfonso kemudian menikahi puteri Pelayo, Ormisinda. Karena kematian prematur dari putera Pelayo, Favilla, Alfonso menjadi Raja Alfonso I Katolik. Daripada membangun pemerintahan di Gijon, kota terpenting dari Asturias, Don Pelayo memilih Cangas de Onis, di wilayah “Puncak-puncak Eropa” karena di sana adalah posisi yang lebih dapat dipertahankan. Pelayo tidak merasakan banyak kedamaian. Dia tidak mencari itu dan tidak juga mengharapkan itu dari Muslim.

Dia menghabiskan sisa hidupnya melawan penjajah Moor. Dia meninggal karena sakit di Cangas de Onis pada tahun 737 dan dikuburkan oleh Isterinya, Gaudiosa, dekat altar Ratu Kita di Gua Covadonga. Tulisan di makamnya berbunyi:

Di sini terbaring Raju Suci Don Pelayo, terpilih pada tahun 716, yang berada di dalam gua  menakjubkan ini memulai restorasi Spanyol.  

Catatan Kaki:
1. Later, Alfonso III had this cross covered in gold and precious stones. Today, it is kept in the Cathedral of Oviedo with the name of “Cross of Victory.”
2. Charles Martel, son of Pepin of Herstal and grandfather of Charlemagne, defeated Islam at the battle of Tours. See “Charles Martel,” http://www.newadvent.org?/cathen/03629 a.htm.

3. Canticle of Canticles 6:9. 
4. From an article by José Maria dos Santos, published in Catolicismo (October, 2002), based on Father Juan de Mariana, Historia General de España, vol. I, enriched and completed by Eduardo Chao (Imprenta y Libreria de Gaspar Roig, Editores, Madrid, 1848), 308.